Eliezer adalah simbol keberanian, ada sebuah optimisme terhadap hukum yang berlaku di negeri ini. Sebuah keberpihakan atas kebenaran dan kejujuran. Maka dari E kita tak perlu takut membongkar sengkarut kejahatan, karena keadilan pasti melindungi
* * *
Oleh Andika Arnoldy
E adalah Eliezer, dia sebenarnya Eliezer dan Eliezer seolah telah membuka tabir penutup mata Themis (atau juga disebut sebagai Justitia) dan pedang terhunus yang dipegangnya seolah langsung menunjuk langsung pelaku sebenarnya.
Dalam hal ini Eliezer adalah medan magnit yang berhasil menarik perhatian dan membuat siapapun melihatnya menjadi memperhatikan dan mendukung semua gerak geriknya.
Apa boleh buat pria berpangkat paling rendah di korps cokelat tua itu telah berani menujukan yang benar adalah benar dan salah adalah salah, tanpa ada rasa takut sedikitpun yang pasti mengancam selama hidupnya.
Apa yang kau rasakan ketika mata tombak yang hampir menusuk ke kerongkongan, hingga kau terus terpojok karena untuk menjauh, namun apa boleh buat ternyata di belakang adalah jurang yang tajam.
Begitulah yang dirasakan E kala itu. Kalau saja, diumpamakan demikian artinya maju salah mundur juga salah. Kalau jujur akan ada yang terancam pada diri dan keluarga, kalau tak jujur maka akan menerima hukuman yang berlipat ganda, mulai dari pidana hingga sosial yang tak pernah habis hingga akhir usia.
Tapi E lain. Lain dari yang lain. Lidah dan mulutnya seiring dengan matanya menerangkan duduk perkara peristiwa gelap itu. Tak sampai di situ dia juga menjelaskan apa saja yang belum terbongkar dari hasil pembuktian yang ada. Maka jelas dia berhak dikalungi Justice Collaborator (JC) sebuah penghargaan yang tepat.
Setelah melalui perjalanan panjang di meja hijau pria bermata teduh dan bertampang tenang itu akhirnya mendapatkan apa yang semestinya dia dapatkan.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 1 tahun dan enam bulan, ” kata Hakim Wahyu Iman Santoso yang memimpin sidang di PN Jakarta Selatan. Demikian seperti dikutip dari tempo.co.
Tak hanya itu, vonis pria kelahiran Manado 24 tahun lalu itu juga tidak mendapat banding dari kejaksaan agung. Jaksa memilih bergeming atas putuskan hakim tersebut dan membiarkan hingga 24 jam setelah putusan tak ada perlawanan.
Putusan terbaru bagi satu dari tujuh ajudan Ferdy Sambo ini terkait dengan sidang etik kepolisian.
Bharada Richard Eliezer telah menjalani sidang kode etik Polri. Hasilnya, Bharada Richard Eliezer tetap polisi.
“Terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Rabu (22/2/2023).
“Sanksi bersifat etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan perbuatan tercela,” sambungnya. Seperti dikutip dari detik.com.
Atas semua putusan hukum tersebut, artinya hampir semua lapisan hukum tak memberikan hukum yang berat untuk pria yang mengawali karir di Kepolisian Republik Indonesia di Akademi Kepolisian (Akpol) di Watukosek, Pasuruan Jawa Timur.
Tunai sudah perjuangan kejujuran Bharada E, yang berkata jujur dan bertanggung jawab serta menjelaskan pada hakim di meja hijau bahwa tak mungkin mau menjadi pencabut nyawa Bharada J. Kecuali perintah atasan yang harus dipatuhi. Sehingga akhirnya pelatuk hangat itu meluncurkan peluru panas ke tubuh J.
Untuk hal ini E harus merasakan jeruji dingin selama 1.5 tahun dan dia menerima hukum itu dengan lapang dada dan legawa.