Baru saja menyender kekenyangan habis mengunyah dua potong dendeng batokok, lantas pria bertopi koboi, bersarung batik dan bergitar, di mulutnya ada harmonika masuk ke dalam rumah makan khas Kerinci ini.
Setelah mengucap salam lantas jarinya dengan lincah mulai memetik gitar kapok. Sangat merdu dan penuh dengan nada-nada yang indah.
Seketika badanku yang tadi menyender langsung tertegak, ada yang berdegup di dada, membuat fikiran ku terfokus dengan lirik lagu yang sangat tajam.
” Berita duka seorang petani mati terbunuh karena mempertahankan tanahnya, berita duka seorang mahasiswa tewas dalam aksi demonstrasi, berita duka seorang wartawan tewas karena berita, ”
Lirik lagu ini sangat menghentak. Serasa gairah kiri ku mulai terpatri, ada yang menantang di ujung sana. Bahwa nasib mereka ternyata ditentukan oleh bedil yang setiap hari tertempel di kepala.
Menengok Aksi Kamisan di Jambi Menolak PETI
Ismet Raja Tengah Malam
Bukan sekedar pengamen, dia tak sepenuhnya mencari uang. Kalau kau bilang begitulah dia menyampaikan pesan tentang kegelisahan, ketidak adilan dan penindasan aku agaknya sepakat.
Itu cara penyanyi asal Sarolangun – Jambi menyampaikan sebuah pesan yang terputus. Yang bagi mereka para penindas, koruptor dan semena-mena harus mendengarkan semua lirik lagunya yang tajam itu. Tak ada yang bisa mengecilkan volume suaranya apalagi menghentikannya musiknya terdengar “fals”
Ya suaranya yang nyaring dan merdu itu seiring jalan dengan liriknya yang fals, persis dengan pengamen 80 an yang kini telah melegenda Virgiawan Liestanto!. Semua lagu yang disampaikannya adalah tentang tema Bongkar tentang sebuah kejahatan yang menindas.
Dalam perjalannya Ismet sangat istiqomah, tak hanya pojok-pojok Jambi saja dia datangi, tapi dia pernah bergerak dari ujung Sumatra Lampung hingga ke Ujung lagi Aceh, hingga sebagian daerah Nusantara lainnya. Semua dilakukan untuk menyampaikan sebuah pesan yang terputus.
Ismet adalah pejuang yang menghentak. Bahwa dunia tidak sedang baik-baik saja, segera berbuat atau tertindas, walau hanya dengan sebilah gitar dan sepotong harmonika. (Andika Arnoldy)