SWARANESIA.COM, Kota Jambi – Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mengutuk keras penganiayaan yang dilakukan perusahaan PT Kresna Duta Agroindo (Sinar Mas Plantatoin) terhadap Rangga (19) Orang Rimba Kelompong Tumenggung Ngepas.
Penganiayaan berlangsung pada hari Rabu (6/11) di areal PT KDA Desa Langling Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, dengan tuduhan Rangga melakukan pencurian brondol kelapa sawit di areal perusahaan. Akibat penganiayaan yang dialaminya Rangga menjalani perawatan di Rumah Sakit Abunjani Bangko.
“Perusahaan telah melanggar HAM, dengan mengedepankan penanganan kekerasan pada Orang Rimba di wilayah mereka,” sebut Robert Aritonang Manager Program Pemberdayaan Suku Asli Marginal Komunitas Konservasi Indonesia WARSI.
Robert menyebutkan kekerasan yang dialami Orang Rimba oleh aparat keamanan anak perusahaan Sinar Mas, terus berulang. Tahun lalu, Satpam PT JAW juga melakukan pemukulan terhadap Beconteng Orang Rimba Kelompok Tumenggung Meladang. Tahun sebelumnya Satpam PT BKS juga juga melakukan penusukan dan penganiayaan pada Orang Rimba Kelompok TUmenggung Menyurau.
“Kekerasan yang terus berulang ini menandakan Sinas Mas, tidak berkomitmen baik dalam mengatasi persoalan dengan Suku Adat Marginal yang ada di dalam konsesi mereka,” kata Robert.
Sejatinya Orang Rimba tidak layak untuk dituduh mencuri berondolan sawit, jauh sebelum konsesi hadir lahan tersebut sudah menjadi rumah Orang Rimba, suku adat marginal yang hidup di dalam hutan. Perusahaan hadir tanpa memperhitungkan suku adat marginal yang tinggal di area tersebut.
“Kami tidak melihat itikad baik dari perusahaan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan menyentuh akar persoalan,” ujar Robert.
Persoalan mendasar yang dihadapi Orang Rimba yang tinggal di areal perkebunan sawit perusahaan adalah ketidakadaan sumber penghidupan. Hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka sudah habis, namun mereka tidak memiliki sumber penghidupan baru, sehingga mereka bisa mengambil apa saja yang ada di sekitar mereka termasuk brondolan, buah sawit yang sudah lepas dari tandannya.
“Ingat yang diambil buah yang lepas dari tandan, bukan tandan sawit yang mereka curi, namun perlakuan aparat keamanan masih tetap sama, berujung pada penganiayaan yang berulang,” kata Robert.
Selama ini lanjut Robert penyelesaian persoalan cendrung sporadik, dengan pembayaran denda dan meredam kemarahan Orang Rimba.
“Ini akan semakin membahayakan Orang Rimba karena mereka hanya dianggap sebagai sumber masalah, yang tidak pernah dicarikan solusinya bersama oleh para pihak.”
Untuk diketahui saat ini terdapat terdapat lebih dari 2000 jiwa yang terdiri dari 441 KK hidup dalam perkebunan sawit dan 230 KK berada dalam HTI.Kelompok-kelompok di areal sawit dan HTI ini hidup dalam kemiskinan absolut dan kesulitan mendapatkan pangan yang layak. Kelompok ini juga sangat rawan dan rentan mengalami konflik sosial serta kesulitan untuk melanjutkan hidupnya. Kelompok ini kesulitan untuk meningkatkan derajat kehidupan melalui pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai.
Berdasarkan hasil pengamatan KKI Warsi, selama lebih kurang 20 Tahun (1997-2019) terdapat delapan kali konflik yang berujung kekerasan dengan 14 Orang Rimba kehilangan nyawa, serta 23 kali konflik sosial antara Orang Rimba dengan masyarakat desa dan pihak perusahaan.
Discussion about this post