oleh Andika Arnoldy
SAMPAI detik ini idiom wakil presiden RI sebagai “ban serap” belum terbukti, dia terbantahkan dengan sendirinya, seiring dengan banyaknya prestasi orang nomor dua di Republik Indonesia. Mulai dari wakil presiden pertama Muhammad Hatta hingga Jusuf Kalla.
Menjadi wakil memang tidak mengenakan, karena dianggap bukan tokoh utama dalam setiap kebijakan. Tapi meski demikian, seorang wakil bisa berbuat banyak karena jabatannya yang juga sebagai pemimpin negara.
Kita sangat berharap kiprah KH Maruf Amin juga memberikan harapan baru terhadap pembangunan bangsa Indonesia. Sebab terpilihanya KH Maruf Amin sebagai wakil presiden adalah representative terhadap keinginan rakyat Indonesia atas kiai yang karismatik.
Memang terlalu dini, jika mengharapkan banyak dari Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. Namun mumpung jabatan sepasang Presiden dan Wakil Presiden RI Jokowi-Maruf Amin genap satu tahun pada 30 Juni (sesuai tanggal penentapan KPU sebagai calon terpilih) tak ada salahnya untuk memberikan masukan.
Jika melihat pada hasil survei Indobarometer 100 hari pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, sebanyak 49,6 persen responden menjawab puas terhadap kinerja Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Kemudian, responden yang mengaku tidak puas dengan kinerja Ma’ruf Amin sebesar 37,5 persen. Survei nasional ini dilakukan selama 9-15 Januari 2020 dengan total 1.200 responden yang dipilih secara multistage random sampling.
Hal ini tentu mengecewakan karena angka survei yang hanya di bawah 50 persen, apalagi jika dibandingkan dengan Jusuf Kalla semasa menjabat wapres yang hasil surveinya lebih dari 50 persen, berdasarkan rilis survei Indo Barometer. Hasil survei terhadap Jusuf Kalla, ketika menjabat sebagai wapres, pada Maret 2015. Hasilnya, publik yang puas dengan kinerja JK sebagai wapres mencapai 53,3%, sementara 38,8% lainnya tidak puas
Bukan tukang fatwa
Maruf Amin secara gebrakan program memang belum terasa, apakah masih dalam rangka menyesuaikan terhadap program Presiden. Namun sudah seharusnya kiai yang kharismatiknya tinggi ini segera berbuat.
Selama ini, jika Maruf Amin muncul di televisi, sebagai wakil presiden RI, itu baru sebatas memberikan fatwa dan pendapat normative.
Bedakan dengan Jusuf Kalla yang saat menjabat wapres yakni, Jusuf Kalla disebut sebagai juru damai karena usahanya saat mencetuskan perjanjian perdamaian antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005. Perjanjian yang akhirnya ditandatangani di Helsinki tersebut mengakhiri konflik selama puluhan tahun di Bumi Serambi Mekkah.
Bukan kali itu saja JK sukses menjadi juru damai. Pada tahun 2001 saat menjabat sebagai Menko Kesra, JK menginisiasi Deklarasi Malino yang menutup lembaran pertikaian di Poso.
Sementara pada Periode pertama sebagai wakil presiden, pemerintah berhasil menurunkan beban subsidi minyak tanah dengan memberlakukan konversi ke elpiji 3 kg, program yang digawangi oleh JK. Hasilnya, APBN berhasil dihemat hingga triliunan rupiah
Pada 2014, pasangan Jokowi-JK menjadi pemenang Pilpres. Di bidang ekonomi, JK lagi-lagi menunjukkan kepiawaiannya yakni dengan memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia yang seringkali menjadi ganjalan dalam menarik minat investor asing menanamkan dananya di tanah air. Pada tahun 2014, ease of doing business ranking Indonesia berada di posisi 120. Pada tahun 2019, peringkat Indonesia merangsek naik ke posisi 73.
Lebih lanjut, pembangunan infrastruktur secara masif yang dieksekusi di periode dua JK sebagai wakil presiden berhasil mendongkrak logistics performance index ranking Indonesia ke posisi 46, dari yang sebelumnya posisi 53 pada tahun 2014.
Nah Wapres Maruf Amin, harus bisa membuat gebrakan dengan program. Karena orang tau kalau sosok Maruf Amin punya visi besar membangun bangsa. Tunggu saja