SWARANESIA.COM, Jakarta – Cadangan devisa Indonesia mencatatkan kenaikan pada Oktober. Kestabilan nilai tukar tukar rupiah membuat Bank Indonesia (BI) bisa lebih leluasa memupuk cadangan devisa.
Pada Oktober, BI melaporkan posisi cadangan devisa nasional sebesar US$ 126,7 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 124,3 miliar dan menjadi yang tertinggi sejak Februari 2018.
“Peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2019 terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai dengan didukung stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik,” demikian keterangan tertulis BI.
Pada 30 Oktober, pemerintah menerbitkan obligasi valas dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan euro masing-masing sebesar US$ 1 miliar dan EUR 1 miliar. Obligasi dolar AS memiliki tenor 30 tahun sementara yang euro 12 tahun.
“Penerbitan SUN (Surat Utang Negara) dual currency ini dilaksanakan pada momentum yang tepat dengan memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang relatif stabil serta respons positif atas pelaksanaan pelantikan Presiden dan pembentukan Kabinet Indonesia Maju periode 2019 – 2024,” demikian keterangan tertulis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan.
Faktor Domestik dan Eksternal Topang Kenaikan Cadangan Devisa
Aliran valas yang masuk ini membuat cadangan devisa Indonesia menggemuk. Pada saat yang sama, kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah boleh dibilang sangat minim.
Sepanjang Oktober, nilai tukar rupiah menguat 1,11 persen terhadap dolar AS. Penguatan ini sepertinya lebih karena sentimen pasar yang positif, bukan karena intervensi BI melalui cadangan devisa.
Dari dalam negeri, seperti yang sudah disinggung oleh Kementerian Keuangan, pelaku pasar merespons positif pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang berlangsung lancar. Pelantikan ini juga menandai berakhirnya hiruk-pikuk dan kegaduhan politik yang terjadi sejak kurang lebih setahun lamanya.
Apalagi kemudian rival Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo Subianto, bergabung ke pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan. Pemerintahan Jokowi dinilai semakin kuat dan stabil.
Sementara dari sisi eksternal, hubungan AS-China menunjukkan kemesraan pada Oktober. Wakil Perdana Menteri China Liu He bertandang ke Washington pada 10-11 Oktober untuk berdialog dengan Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Stven Mnuchin.
Dialog tersebut sukses dan membuahkan hasil memuaskan. Begitu positifnya sehingga Presiden AS Donald Trump sampai menyebut AS-China secara substansi sudah menyepakati perjanjian damai dagang fase I. Tidak hanya itu, AS juga menunda kenaikan tarif bea masuk atas impor produk China dari 25 persen menjadi 30 persen yang sedianya berlaku 15 Oktober.
Kemesraan AS-China membuat investor semringah dan berani masuk ke pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Sepanjang Oktober, kepemilikan asing di obligasi pemerintah bertambah Rp 28,84 triliun.
Dengan pasokan valas yang melimpah, arus modal masuk, ditambah dengan kebutuhan intervensi yang sangat minim, tidak heran cadangan devisa Indonesia pada Oktober bisa naik signifikan. Cadangan devisa ini bisa menjadi modal untuk menopang stabilitas rupiah ke depan.