SWARANESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengelar sidang lanjutan untuk tiga terdakwa kasus suap APBD Jambi 2017 dan 2018 mereka yakni Muhamadiyah, Efendi Hatta dan Zainal Abidin. Dalam sidang kali ini menghadirkan tuju orang saksi yakni Dody Irawan, Apif Firmansyah, Veri Aswandi, Paut Syakarin, Shendy Hefria Wijaya, Basri, dan Budi Nurahman dalam sidang terungkap uang ketok palu 2017 capai Rp 9 Miliar hasil dari barter proyek di Dinas PU Provinsi Jambi.
Mantan Kadis PU Provinsi Jambi Dody Irawan mengatakan saat itu dirinya diminta uang ketok PU oleh DPRD Jambi. Mendapat permintaan tersebut dirinya segera menghadap kepada sang Gubernur Jambi.
Namun, setelah bertemu Zumi Zola Zulkifli ketika itu, malah di arahkan ke Apif Firmansyah untuk berkoordinasi terkait uang ketok palu.
“Waktu itu, saya lapor kepada Gubernur Jambi (red, Zumi Zola) karena ada permintaan uang ketok palu untuk pengesahan RAPBD 2017,” katanya, Selasa (26/11/2019) di Depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jambi yang diketuai Yandri Roni.
Dia juga mengaku, selain permintaan uang ketok palu dari anggota DPRD. Ketua DPRD Jambi saat itu Cornelis Buston juga meminta proyek nilainya fantastis mencapai Rp 50 miliar.
”Ada Permintaan ketua DPRD Jambi proyek nilainya gede, saya konsultasi ke Gubernur dan juga sama suruh koordinasi dengan dia (red, Apif),” ungkapnya.
Saat itu yang menyelesaikan permintaan proyek Rp 50 miliar tersebut Apif Firmansyah. Bahkan dia memerintahkan dirinya untut membuat list yang menerima proyek.
”Waktu itu saya telfon dan saya ceritakan permintaan uang ketok palu dan April saya selesai kan saja bang pimpinan dewan urusannya,” sebutnya.
Dia mengaku ada 13 rekanan yang memberikan uang untuk pengesahan APBD Jambi 2017 terus. Namun dirinya hanya ingat 4 tekanan saja. Sebab, 4 orang tersebut merupakan orang yang ia kenal.
“Meraka yang empat itu, Edi Tebing, Pak Mael, dan pak Paut Syakarin yang satu lagi saya lupa siapa,” ungkapnya.
Dari hasil pengumpulan dana dirinya dan Apif saat itu berhasil mendapatkan uang Rp 9 Miliar. Uang tersebut kemudian didistribusikan ke anggota DPRD dan unsur pimpinan.
”Ada sekitar Rp 9 m, permintaan banyak anggota dan pimpinan,” sebutnya.
Hasil loby Apif, Cornelis yang awalnya meminta proyek senilai Rp 50 miliar. Akhirnya hanya mendapatkan Rp 1 miliar dalam bentuk uang tunai.
“Ketua komisi juga minta tapi dibawah itu,” ungkapnya.
Dody menambahkan jika pada tahun 2017 lalu permintaannya beda dengan tahun 2018, dia memyebutkan jika ada beberapa tambahan lagi yang nilainya cukup fantastis.
“Rinciannya begini, pak Cornelis dapat Rp 1 miliar, almarhum pak Zoerman itu Rp 700 juta, pak sahbandar dan pak Chumaidi sama Rp 650 juta,” katannya.
Dia menamhabkan jika ketua badan Anggaran (Banggar) dan ketua Komisi Tiga meminta uang lebih dari jatah anggota DPRD Provinsi Jambi.
”Kalau anggota biasa hanya dapat Rp 200 juta, tapi belakangan Zainail Abidin minta uang lagi sebanyak Rp 300 juta untuk jatah ketua komisi tidak dan ketua banggar,” ujarnya.
Dia juga mengaku jika pada tahun 2017 telah memenuhi semua permintaan anggota dewan, saat itu dia juga telah meminta beberapa rekanan untuk memenuhi uang ketok palu.
“Saya dan pak Apif yang mencari dana itu, tapi ngasihnya sesudah ketok palu,” ujarnya.
Namun dia tidak mengetahui bagaimana cari pembagian uang tersebut, kerena tugasnya hanya mencari dana saja.
“Kalau cara distribusi tidak paham, yang jelas saya hanya mencari uang saja, dan uang yang saya dapat, ada kaitannya dengan pekerjaan saya,” tegasnya.
Dia mengatakan jika uang yang di dapat dari tangan Paut Sakirin, diganti dengan dua proyek, yang sedang dikerjakan dengan Mengunakan APDB Jambi 2017, Tidak hanya itu, Dody juga mengaku jika seluruh rekanan yang uangnya di pinjam akan dignti dengan proyek.
“Semuanya dapat proyek dari Dinas PURP, waktu itukan saya yang mendajabat kadisnya, jadi saya tahu,” tambahnya
Ketika ditanya Oleh Jaksa kenapa dia mengundurkan diri dari Jabatan Kadis PUPR Provinsi Jambi? Dody mengatakan jika dia tidak kuat dengan tekanan yang ada.
“Saya sudah tidak sanggup lagi, sudah di mimta tolong carikan uang, setelah itu di minta menarik komitmen fee dari rekanan sebasar 12 persen, maka dari itu saya mengundurkan diri saja dari pada dicopot karena dianggap tidak royal,” ungkapnya.
Terkait bagaimana bisa uang tersebut sampai kepada ke tiga terdakwa, Dody mengaku tidak tahu sama sekali, karena peranya hanya mencari sumber dana.
“kalau caranya tidak tahu, yang jelas tukang antar uang itu Kusnindar bagi anggota dewan, kalau Muhammad Imanuddin (red, IIM) yang antar kepada pimpinan dewan,” sebutnya.
“Tapi kalau jatah Syahbandar saya yang antar, karena dia telpon saja, ya saya kasih saja,” tambahnya.
Sementara itu, saksi Veri Aswandi mengaku jika dia pernah diajak mengantarkan uang senilai Rp 140 juta ke Zainal Abidin oleh Muhammad Imaduddin, namun dia tidak tahu jika uang itu untuk apa.
“Tau kalau untuk ketok palu, tapi apakah itu jatah anggota biasa atau jatah Komisi III,” kata Veri,
Dia juga mengaku jika sebelum mengatakan uang kepada Zainal Abidin, dia juga diminta untuk menemani Muhammad Imaduddin untuk mengantar uang ketok palu kepada Ar Syahbandar pada awal Januari.
“Waktu itu uangnya diberikan kepada seorang perempuan katanya itu staf pak Syahbandar, kalau uangnya saya tidak tahu berapa isinya, yang jelas itu jatah Pimpinan dewan,” katanya lagi.
Dia juga mengaku, jika sepengetahuannya jatah pimpinan dewan yang memberikan adalah Muhammad Imaduddin. Sedangkan Shendy Hefria Wijaya, mengaku jika dia di minta oleh Iim untuk antarkan unag jatah Chumaidi Zaidi di kawasan Paal merah
“Saya di kasih nomor pak Chumaidi sama Iim, pas saya telepon, disuruh antar ke rumahnya, setelah uang diterima, saya lapor Iim jika sudah di antar,” sebutnya.
“Saya tau kalau uang itu uang ketik palu, tapi saya tidak tahu jumlahnya, kata Iim sih Rp 50 juta, kalau ngantarnya lupa bulan apa, yang jelas itu masih panas-panasnya pemilu kalau tidak salah,” sambungnya.
Sementara itu, Apif yang seharusnya juga menjadi saksi tidak tampak menghadiri persidangan. (Andika/Swaranesia.com)
Discussion about this post