SWARANESIA.COM- Kelompok Teroris Mujahidin Indonesia Timur Ali Kalora disebut terlibat pembunuhan satu keluarga yang terdiri dari empat orang.
Pembunuhan ini tejadi di Desa Lembatongoa, Kecamatan Palopo, Kecamatan Sigi, Sulawesi Tengah.
Profil Ali Kalora alias Ali Ahmad.
Ali Ahmad, yang lebih dikenal dengan nama Ali Kalora, adalah seorang militan Islam Indonesia dan merupakan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menggantikan Santoso. Ia diduga bersembunyi di hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah bersama dengan sisa kelompok MIT.
Setelah Santoso tewas pada tanggal 18 Juli 2016, dirinya diduga menggantikan posisi Santoso sebagai pemimpin di kelompok MIT bersama dengan Basri. Setelah Basri ditangkap oleh Satgas Tinombala, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala
Ali lahir di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso. Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti Kaduka, alias Umi Farel. Nama “Kalora” pada namanya, diambil dari desa tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora sering kali digunakan di media massa
Ali merupakan salah satu pengikut senior Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Setelah kematian Daeng Koro—salah satu figur utama dalam kelompok MIT, Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro. Faktor kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.
Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso. Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.[3] Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso. Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi “Santoso baru” karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior. Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.[4]
Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai bahwa Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi. Tetapi dirinya berpendapat, kaderisasi anggota baru bisa terjadi apabila aparat dan pemerintah menghentikan operasi penanggulangan terorisme di Poso sehingga operasi harus terus dilakukan untuk menetralisir dan menangkal ideologi radikal pro-kekerasan di Poso
Tito Karnavian mengatakan, Operasi Tinombala akan terus dilanjutkan untuk menangkap teroris yang tersisa, seperti Ali Kalora. Tito juga mengimbau kepada sisa pengikut Santoso yang lain untuk menyerahkan diri kepada pihak berwajib secara baik-baik, sehingga permasalahan konflik di Poso bisa diselesaikan secara bertahap
Discussion about this post