SWARANESIA.COM,JAMBI- Berubahnya kawasan hutan menjadi areal berizin menjadi salah satu problem dalam tata kelola kawasan hutan. Pemberian izin kepada perusahaan berbasis hutan dan lahan baik untuk pemanfaatan kayu dan restorasi membutuhkan lahan yang sangat luas dan besarnya investasi perusahaan kepada negara sering kali melupakan bagaimana kondisi saat kawasan tersebut berubah fungsi menjadi areal berizin yang didalamnya sudah terlebih dahulu ada masyarakat bermukim maupun yang menggarap lahan untuk berkebun dan berladang.
Kondisi ini tentu harus ditangani dengan pendekatan dan skema penyelesaian yang benar-benar tepat dan menguntungkan semua pihak, masyarakat harus diberikan ruang dalam mengelola hutan, disisi lain perusahaan juga ingin kepastian hukum agar kelangsungan usaha dapat terus berjalan.
Dusun Trans 3 SAD Sepintun, Dusun Sepintun dan Desa Lamban Sigatal merupakan beberapa desa yang masyarakatnya memanfaatkan hutan untuk keberlangsungan hidup dengan memanfatkan hutan. Sayangnya hutan yang tersisa diwilayah mereka hanya di dalam konsesi PT. REKI ( Restorasi Ekosistem Indonesia) yang luasnya di kabupaten Sarolangun berkisar 7.369.ha.
Masyarakat 2 desa ini sudah melakukan aktifitas di dalam kawasan hutan sebelum izin konsesi PT. REKI diberikan. Kebiassan memanfaatkan hutan ini dilakukan oleh masyarakat yang merupakan keturunan Suku Anak Dalam Batin Telisak secara turun temurun.
Hutan merupakan penghidupan mereka, apapun yang bisa menghasilkan, jenis Hasil Hutan Bukan Kayu yang diambil dan di unduh oleh masyarakat, seperti jernang, madu, damar, rotan , marpayang dan jenis lainnya. Setelah izin PT. REKI terbit, masyarakat yang masuk ke dalam hutan harus punya kartu, atau akses agar bisa masuk ke dalam kawasan. Apabila masuk tanpa ada kartu akses, mereka dihentikan oleh tim patroli REKI bahkan diusir untuk keluar dari kawasan dan bahkan ada yang merasakan diperlakukan seperti penjahat dengan dibawa ke camp perusahasan lalu diinterogasi, mendapatakan perlakuan yang selama ini tidak pernah terpikir apalagi membayangkannya tentu banyak masyarakat yang merasa ketakutan dan kecemasan yang sangat besar ketika harus kembali masuk kedalam hutan.
Dengan pertimbangan itulah, masyarakat dan pihak perusahaan memilih menghindari terjadi nya konplik dikemudian hari dan bersepakat untuk bermitra. Proses ampai penanda tanganan Mou NKK ini sangat panjang, sudah berjalan dari tahun 2017. Selama tiga tahun proses penyelesaian konflik ini berjalan hingga menemukan kata sepakat ketika semua pihak saling terbuka dan mau duduk bersama untuk menyelesaiakannya. Dari proses panjang yang dilalu inilah, untuk menemukan kata kesepakatan. Pada hari ini masyarakat Desa Sepintun dan Desa Lamban Sigatal yang tergabung didalam Gabungan Kelompok Tani Hutan (GAPOKTANHUT) Sungai Telisak yang terdiri dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Tunas Mekar, Bukit Wayang dan Laskar Mandiri hadir di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi jambi untuk melakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama dengan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI). Kamis (26/6)
Pertemuan ini dihadiri lansung oleh Achmad Bestari selaku Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Gushendra Soeheily Kabid PPMHA, Jupri Camat Pauh, Bapak M. Zuhdi Direktur Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi, Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau. Adapun pihak yang mewakili dalam melakukan perjanjian kerjasama adalah Marhoni selaku Ketua Gapoktanhut Sungai Telisak dan Adam Direktur PT REKI.
Sementara itu kepala dinas kehutanan Provinsi Jambi Ahmad Bestari mengatakan dengan mengisi kesepakatan ini dengan baik itu lebih baik daripada MOU ini.
“ Jadi saya berharap kedua belah pihak dapat bekerja sama dengan baik dan saling menghormati,” ujarnya
Dia mengatakan PT Reki juga tidak melakukan penggusuran lahan yang sudah disepakati, juga pada masyarakat tidak menambah luasan lahan yang sudah disepakati.
Direktur Yayasan CAPPA M. Zuhdi berharap kepada semua pihak, agar kedepannya Perjanjian Kerjasama Kemitraan Kehutanan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ini dapat memberikan manfaat serta meningkatkan ekonomi masyarakat, hutan terjaga dan dapat diimplementasikan dengan baik sebagaimana pasal-pasal yang diatur didalam Perjanjian Kerjasama.
“ Mudah-mudahan kesepakatan antara warga Sigatal dan PT Reki bisa berjalan dengan baik, dan warga sekitar bisa lebih baik lagi dan bisa memanfaatkan hasil hutan bukan kayu,” ujar Zuhdi.
Dia mengatakan agar dari MOU semua pihak bisa menjalakan dengan baik. Masyarakat sekitar kedua belahpihak bisa saling memanfaatkan.
Dia mengharapkan masyarakat bisa memanfaatkan hasil hutan bukan kayu tersebut dan PT Reki bisa membeli hasil hutan dari panen masyarakat tersebut.
Sementara itu ketua Gapkotan Marhoni mengatakan dengan adanya MOU ini bisa meningkatkan perekonomian masyatakat.
“ Kita akan menjaga kesepakatan ini dan kedua belah pihak bisa menjalankan MOU dengan baik dan benar,” ujarnya