SWARANESIA.COM- Sersan Dua Aprilia Manganang mengalami hipospadia. Hal ini diungkapkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.
“Saat dilahirkan anak ini punya kelainan pada sistem reproduksinya yang dalam terminologi kesehatan disebut hipospadia,” ujar KSAD dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari kanal Youtube Official Inews, Selasa (9/3/2021).
Hal ini berdasarkan hasil rekam medis urologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Lantas apa itu Hipospadia?
Hipospadia merupakan suatu kelainan yang terjadi pada saluran kemih dan penis. Pada kondisi ini, saluran kencing tidak terletak pada ujung penis, melainkan di sisi bawah penis. Umumnya, penderita hipospadia memiliki bentuk penis yang berbeda dari biasanya, disertai dengan adanya penumpukan kulit berlebih di bagian atas penis.
Dikutip dari karya ilmiah yang di terbitkan unud.ac.id menyebutkan sejarah hipospadia yakni menurut Galen (130-199 AD) adalah seorang dokter gladiator di Roma, merupakan
orang pertama yang menyebutkan kata hipospadia.Kata hipospadia berasal dari
bahasa Yunani “hypo” yang berarti dibawah dan “spadon” yang berarti celah.
Hipospadia adalah salah satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada
laki-laki dan merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada perkembangan
penis.
Insiden hipospadia sekitar 3,8 dari 1000 kelahiran hidup anak laki-laki, hal
itu berarti sekitar 1 dari 300 anak laki-laki menderita kelainan hipospadia (Hadidi,
2004).
Prevalensi hipospadia di negara barat sebanyak 18,6 banding 10.000 kelahiran hidup dan dilaporkan mengalami peningkatan disetiap tahunnya.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat
melaporkan bahwa hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering
pada orang kulit putih.
Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum bisa ditentukan secara spesifik.
beberapa faktor yang terlibat dalam terjadinya kelainan hipospadia ini, yaitu faktor endokrin, genetik dan lingkungan.
Hipospadia bisa terjadi karena salah satu faktor tersebut maupun kombinasi dari ketiga faktor tersebut.
Klasifikasi simpel berdasarkan tingkat keparahan dan rasio cost benefit
untuk pasien sebagai berikut.
a. Hipospadia ringan
Hipospadia distal terisolasi (glandular, coronal atau penile) tanpa adanya chordae, mikropenis atau anomali skrotal. Indikasi untuk koreksi pada tipe ini hanya didasarkan atas alassan kosmetik, sehingga koreksi bedah hanya
dilakukan jika angka komplikasi yang sangat rendah dapat dijamin
b. Hipospadia berat
Hipospadia tipe skrotal dan perineal atau tipe apapun dengan chordae, mikropenis dan anomali skrotal. Indikasi untuk koreksi pada kasus ini adalah ditujukan untuk masalah fungsional. Pada kasus ini terdapat angka komplikasi yang tinggi, akan tetapi manfaat untuk pasien yang menjalani operasi adalah
baik.
c. Redo Hipospadia
Indikasi operasi pada kasus ini adalah untuk meminimalisir beban setelah menjalani operasi