Ditulis oleh : Idra Salem, Teguh Suprayitno
Senyum Cek Endra mengembang. Usahanya mendatangkan proyek PLTU skala besar ke Sarolangun sejak lima tahun lalu, tak sia-sia. Tepat 1 Februari 2018, di tanah lapang sekitar 2 kilometer dari perkampungan warga Desa Pemusiran, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, acara groundbreaking pembangunan proyek PLTU Mulut Tambang Jambi-1 berkapasitas 2×300 MW dimulai.
Tak jauh dari Cek Endra, Direktur PT Sumber Segara Primadya Sadiman, Direktur Jambi Power Ahmad Ilham, Direktur Utama D&C Engineering Frank, Direktur Jambi Prima Coal Rendi, Doris dan Ceng juga ikut semringah.
“Alhamdulillah sejak lima tahun lalu kita berjuang, hari ini terwujud juga,” kata Cek Endra.
Di hadapan wartawan, Bupati Sarolangun dua periode itu membangun narasi, bahwa proyek PLTU adalah solusi bagi krisis listrik di Sarolangun bahkan di nasional. Proyek yang digadang-gadang menelan anggaran lebih dari Rp13 triliun itu bakal menyerap banyak pekerja lokal, dan ekonomi daerah bakal tumbuh.
Proyek PLTU Mulut Tambang Jambi-I merupakan proyek nasional yang menjadi bagian program pemenuhan listrik 35.000 Megawatt (MW) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. PLTU Jambi 1 telah mengantongi izin lingkungan Nomor 75 Tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sarolangun.
Menurut laporan Walhi Jambi, mega proyek ini bakal disokong pendana dari Cina dan PT PLN Indonesia Power. PT Jambi Prima Coal (JPC) yang 60% sahamnya milik PLN Batubara, PT Surya Global Makmur (SGM) dan PT Dinar Kalimantan Coal (DKC) di Kecamatan Mandiangin akan menyupai bahan baku PLTU.
”Jadi kita tidak repot lagi menjual batubara keluar daerah,” kata Cek Endra optimis.
Sebagian setrum dari PLTU mulut tambang itu nantinya untuk menyokong produksi pabrik Semen Baturaja yang akan dibangun di wilayah Bukit Bulan, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. Sisanya akan dialirkan melalui jaringan Grid Sumatra.
PT Jambi Power—perusahaan patungan yang dibentuk PT PLN Indonesia Power dengan PT Sumber Segara Primadya (SSP)—bertanggung jawab membangun PLTU Mulut Tambang Jambi-I. Belakangan konsorsium ini dikabarkan bubar. Meski demikian, proyek ini tetap masuk dalam RUPTL PLN 2021-2030, dan ditargetkan operasi pada 2027.
Hasil kajian Walhi Jambi menyebut, PLTU MT Jambi-I membutuhkan pasokan batubara 3,7 juta ton per tahun atau setara dengan 10.200 ton per hari. Artinya setiap satu jam PLTU akan membakar 425 ton batubara.
Center for Research on Energy and Clean Air ( CREA) menemukan bahwa standar emisi udara yang digunakan PLTU MT Jambi-1 masih mengacu pada Permen tahun 2008 yang telah usang. Seharusnya standar emisi mengaju pada peraturan terbaru sesuai dengan Permen LHK nomor 15 tahun 2019 karena AMDAL PLTU MT Jambi-1 diserahkan pada 2019.
CREA juga memproyeksikan munculnya dampak buruk akibat pembangunan PLTU, khususnya terkait dengan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Disebutkan, pengoperasian PLTU akan meningkatkan konsentrasi pencemar udara ambien berupa PM 2.5, SO2, NOx setiap tahunnya, serta pengendapan merkuri dan logam berat beracun lainnya yang dapat menyebabkan risiko penyakit dan gejala akut kronis khususnya pada masyarakat setempat.
Sedangkan jika PLTU ini beroperasi selama 30 tahun, diprediksi akan menimbulkan dampak kesehatan pada 1.100 kematian dini, 680 kelahiran prematur, hingga hilangnya masa hidup selama 55.900 tahun akibat paparan polusi PLTU.
Kerugian akibat dampak kesehatan yang ditimbulkan diperirakan akan meningkatkan biaya perawatan don kerugian ekonomi setara dengan USD 640 juta atau sekitar Rp 9,05 triliun selama masa operasi 30 tahun.
Pertengahan 2023, saya mengunjungi lokasi groundbreaking PLTU Mulut Tambang Jambi-I. Satu tiang pancang yang dulu penancapannya disanksikan Cek Endra dan para pengusaha tambang, masih tak berubah. Tidak terlihat ada pembangunan di sana.
Pada 2022 lalu, Universitas Jambi dan PT Indonesia Power menanam pohon kaliandra dan galama. Di sebuah pondok panggung dari kayu ditutupi spanduk bertuliskan Areal Percobaan, LPPM Universitas Jambi dan PT. Indonesia Power “Pembangunan Demplot Kebon Kayu Energi Untuk Implementasi PLTU MT Jambi -1 Co-Firing”.
PLTU Jambi 2
Satu setengah jam perjalanan dari Pemusiran, saya bertemu Marhoni, masyarakat adat Batin Telisak yang tinggal di Dusun Trans 3, Desa Sepintun, Kecamatan Pauh. Dia kerap mencari informasi pembangunan PLTU Mulut Tambang Jambi-2 di Desa Lubuk Napal, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun. Sekitar satu jam perjalanan dari kampungnya.
Jika proyek itu berlanjut, tambang batubara tak jauh dari kampung bakal kembali beroperasi. Dia khawatir, swabakar yang terjadi di musim kemarau pada 2023 akan kembali terulang.
“Waktu stockpile batubara milik perusahaan itu terbakar akibat cuaca panas, banyak anak-anak pilek,” katanya.
Asap dari tumpukan batubara itu juga telah mengusir lebah sialang yang ingin memproduksi madu.
“Bulan 8-9 kayu alam mulai bunga, pangkal musim kemarau lebah banyak datang untuk memproduksi madu, tapi karena ada asap, lebah banyak pergi karena takut,” katanya.
Dia mengaku rugi, karena selama ini perekonomian masyarakat adat Batin Telisak banyak ditopang dari hasil panen madu sialang.
Marhoni mengajak saya melihat beberapa lokasi stockpile di wilayah izin PT Bakti Sarolangun Sejahtera (BSS) yang terbakar. Katanya, sudah empat tahun perusahaan tidak lagi beroperasi. Batubara yang dikeruk hanya ditumpuk dan dibiarkan terbakar akibat cuaca panas.
Salah satu titik tambang yang kami datangi merupakan lahan milik mantan Bupati Sarolangun Cek Endra. Ada bekas alat berat yang baru saja membenahi jalan di sekitar tambang. “Mungkin ini mau operasi lagi,” kata Marhoni.
PT BSS disebut bakal menjadi pemasok batubara untuk PLTU Mulut Tambang Jambi-2, bersama PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) dan PT Anugerah Jambi Coalindo (AJC). 99,75 % saham ketiga perusahaan tersebut dikuasai PT Artha Nusantara Mining. Sedangkan 0,25% sisanya dimiliki PT Artha Nusantara Resources. Total izin konsesi ketiganya mencapai 7.600 hektar.
PLTU Jambi-2 merupakan usulan pembangkit tenaga batu bara mulut tambang (CFPP) berkapasitas 2×300 MW yang akan dibangun PT Pembangkitan Perkasa Daya, dengan sokongan modal dari China Huadian Group Corp 80% dan Nusantara Energy Limited 15% dan PT Pembangunan Perumahan Energi 5%. China Energy Construction Southwest Design Institute disebut telah memenangkan tender untuk survei dan kontrak desain.
Global Energi Monitor menyebut pada April 2019, China Huadian menandatangani perjanjian jual beli listrik dengan PLN dan berkomitmen untuk mengembangkan PLTU Jambi-2 dengan basis Build, Own, Operate, Transfer (BOOT). Berdasar perjanjian Mei 2019, proyek ini akan melibatkan dua unit dengan teknologi superkritis, jalur transmisi 500kV sepanjang 118 km, dan tambang batu bara dengan kapasitas produksi 3,1 juta ton per tahun. PLTU MT Jambi-2 akan memproduksi listrik 4,9 juta kWh per tahun.
Proyek PLTU Jambi-2 yang direncanakan beroperasi 2026 itu diperkirakan menelan investasi besar. Laporan terbaru dari Inclusive Development International, Recourse, don Trend Asia, menemukan hubungan pendanaan tidak langsung dari bank pembangunan multinasional yaitu International Finance Corporation (IFC), bagian dari World Bank ke proyek PLTU MT Jambi-2. Pada 2015, IFC berinvestasi ekuitas (saham) ke Postal Saving Bank of China sebesar USD 300 juta. Setelah menjadi klien IFC, Postal Saving Bank of China masih memberikan fasilitas pinjaman sampai batas tertentu yang dapat ditarik seperlunya (credit line) senilai USD 16 miliar kepada China Huadian Corporation. Masa waktu credit line ini masih berlaku hingga 2022. Postal Savings Bank juga telah menjadi penjamin (underwriter) lebih dari USD l miliar surat utang don ekuitas China Huadian. Di sini tampak eksposur tidak langsung dari IFC ke proyek PlTU Jambi-2. IFC yang telah memiliki komitmen untuk tidak membiayai proyek batubara seharusnya juga ikut melakukan kontrol terhadap entitas perusahaan di mana IFC memiliki hubungan pendanaan.
Wilson pejabat di Dinas PUPR Kabupaten Sarolangun yang ikut terlibat perencanaan proyek PLTU Jambi 2 mengatakan, listrik yang dihasilkan dari PLTU di Sarolangun dimungkinkan untuk mendukung kebutuhan listrik proyek Rempang Eco-City.
Proyek ini melibatkan PT MEG Group Artha Graha milik Tommy Winata, serta investor dari Singapura dan Malaysia. PT MEG mendapatkan hak pengelolaan dan pengembangan kawasan tersebut selama 30 tahun yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun.
Pada Juli 2023, Pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman dengan Xinyi Group dari Cina untuk pembangunan pabrik kaca dan solar panel di pulau Rempang, sebagai bagian dari konsep Rempang Eco-City dengan nilai proyek sebesar 11, 5 miliar USD. Proyek yang masuk dalam Program Strategis Nasional ini diperkirakan mampu menarik investasi hingga Rp 318 triliun.
“Mungkin nanti listrik dari Sarolangun ini ke sana—Rempang,” katanya.
Pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi Sinta Hendra dalam diskusi publik dan publikasi riset bertajuk “Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Jambi Untuk Siapa?” yang digelar di Jambi, 7 Februari 2024 mengatakan, PLTU MT Jambi-2 juga telah mengantongi Surat Kelayakan Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2021 yang dikeluarkan DLH Sarolangun.
Ancam Warga
Pembangunan PLTU MT Jambi-2 mengancam puluhan keluarga. Berdasarkan rancangan Bappeda Kabupaten Sarolangun, PLTU MT Jambi-2 akan dibangun di Km.20-23 Desa Lubuk Napal di lahan seluas 150 hektar.
Lebih dari 40 keluarga tinggal di Km 20. Sebagian mereka menempati rumah dan tanah yang sudah dibeli PT. SAS.
Warga yang ditemui Mongabay mengaku tidak tahu bahaya dari PLTU batubara. Mereka justru mendukung pembangunan PLTU. Menurut mereka pembangunan pembangkit listrik skala besar justru akan menguntungkan masyarakat karena akan membuka peluang kerja dan meningkatkan ekonomi.
“Kami tidak tahu apa dampaknya, karena selama ini tidak ada sosialisasi dari pemerintah,” kata Kemat, Ketua RT.06.
Belajar dari PLTU Semaran
Masyarakat Desa Semaran, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun menjadi contoh nyata, dampak buruk dari pembangkit listrik batubara. PLTU Semaran mulai beroperasi 2012, dengan kapasitas 2×7 MW yang dikelola PT Permata Prima Elektrindo.
Selang beberapa tahun, dampaknya mulai dirasakan masyarakat sekitar PLTU. Debu batubara, bunyi bising dari PLTU setiap hari mengganggu masyarakat. Ramli mengeluh debu truk pengangkut batubara yang setiap hari lewat depan rumahnya. Wike, anaknya, pernah mengeluh gatal-gatal,tetapi tidak tahu penyebabnya. Dia menduga karena air sumurnya tercemar debu batubara dan dari limbah bekas pembakaran batubara PLTU.
Beberapa warga lainnya juga mengeluh atap seng rumanya cepat berkarat dan lapuk, yang diduga akibat hujan asam dari PLTU. Raden Andri menyebut, ada 40 orang yang tinggal di sekitar pembangkit menderita batuk bronkitis.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sarolangun menunjukkan anak-anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Pauh rentan terserang ISPA. Pada 2022 tercatat 146 anak. Sementara sejak Januari hingga Agustus 2023 terdata 133 kasus.
Aktivitas PLTU Samaran juga menyebabkan Sungai Ale tercemar berat dan tak bisa difungsikan kembali.
China Huadian Mundur
Di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2021, Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa Tiongkok akan berhenti membangun pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri. Pernyataan Xi itu kontan menimbulkan keraguan besar atas masa depan proyek PLTU Mulut Tambang Jambi-2.
Oktober 2022, Huadian melalui Dewan Listrik Tiongkok mengumumkan bahwa mereka menarik diri dari proyek tersebut. Sampai dengan sekarang, proyek pembangunan PLTU Jambi-2 belum ada perkembangan berarti. Meski demikian, proyek ini masih masuk dalam RUPTL PLN 2021-2030.
Pernyataan China Huadian mendapat bantahan dari PLN. Dalam Laporan Walhi Jambi dan Trend Asia berjudul “PLTU Jambi untuk Siapa?” pihak PLN menyatakan bahwa China Huadian masih berkomitmen mengembangkan proyek tersebut dan perjanjian jual-beli listrik antara kedua belah pihak masih berlaku. PLN juga mengatakan bahwa proyek ini sedang menuju tahap penyelesaian finansial.
Sementara Gubernur Jambi, Al Haris menyebut pembangunan salah satu dari PLTU Jambi 1 dan Jambi 2 akan dilanjutkan.
“Info yang saya dapat ada satu yang akan jalan, karena emang agak besar modalnya,” kata Haris.
Mantan Bupati Merangin itu mengaku mendukung penuh rencana pembangunan PLTU di Sarolangun. Terlebih Provinsi Jambi memiliki cadangan batubara terbesar kedua di Sumatera.
“Karena ini kebijakan pemerintah pusat, saya manut saja, tapi intinya daerah siap. Kita sudah ada bahan bakunya, lahan juga sudah disiapkan para pengusaha yang akan membangun PLTU, izin sudah ada semua. tinggal nanti running saja untuk dimulai.”
Sementara soal dampak buruk PLTU, kata Haris hal itu telah diperhitungkan. “Pasti semua ada dampaknya, makanya kita perlu adanya AMDAL, itu kan menghitung dampak lingkungan dan semuanya dikaji para ahli. Setiap akan berusaha ada AMDAL-nya, maka AMDAL tugasnya apa merinci, mengkaji dampak-dampak yang muncul semua aspek yang ada,” kata Haris.
PLTU Untuk Siapa?
Berdasarkan Laporan Statistik PLN 2022, total kapasitas terpasang di tanah air sebesar 69.040 MW, di mana PLN mengoperasikan 6.314 unit dengan total kapasitas gabungan sebesar 44.940 MW, atau sekitar 65%. Sisanya, 24.100 MW (35%) dioperasikan oleh IPP.
Provinsi Jambi yang tergabung dalam jaringan Sumatra saat ini kelebihan pasokan listrik (oversupply) hingga 34%. Angka ini dapat tumbuh menjadi 52.2% per 2025 dan bertahan di atas 39% per 2030 jika rencana pembangunan PLTU tetap dilanjutkan.
Manajer Riset di Trend Asia, Zakki Amali menyebut kelebihan pasokan ini membuat PLN merugi dalam skema take-or-pay (TOP). Karena PLN harus membayar listrik dari IPP meski daya yang disalurkan tidak gunakan. Kondisi ini akan diperburuk oleh pembangunan pembangkit batubara seperti PLTU MT Jambi 1 dan 2.
Pada 2017, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) memperkirakan bahwa untuk setiap 1 Gigawatt listrik yang tidak terpakai, PLN membayar setidaknya USD 3,16 miliar. Sedangkan pada 2021, PLN diperkirakan membayar sekitar Rp103 triliun kepada IPP melalui skema TOP.
“Mestinya uang itu bisa digunakan untuk biaya pensiun dini PLTU ata transisi energi,” kata Zakki.
Laporan CREA dan Trend Asia berjudul “Ambiguitas versus Ambisi: Tinjauan Kebijakan Transisi Energi Indonesia”, menemukan sekitar 33% dari 58 GW total kapasitas bahan bakar fosil terpasang di Indonesia melebihi yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan puncak pada 2021. Kelebihan pasokan ini melebihi standar batas cadangan listrik nasional sebesar 30-35%. Belum lagi biaya perawatan mencapai Rp16 triliun yang harus ditanggung PLN.
Trend Asia mencatat ada 13,8 Gigawatt PLTU baru yang akan beroperasi sampai dengan 2030, sesuai RUPTL 2021-2030. Kondisi ini tidak sesuai dengan upaya pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission atau nol emisi. Bahkan kemungkinan akan memperburuk kelebihan pasokan.
Zakki mengatakan, Pemerintah harus membatalkan rencana proyek Pembangunan PLTU MT Jambi-1 dan PLTU MT Jambi-2 dan mengeluarkannya dari dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mendorong potensi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan di Jambi. Dia juga mendesak semua institusi keuangan untuk menghentikan pembiayaan energi kotor dan tidak membiayai lagi proyek batubara.
Dampak PLTU
Hasil riset CREA dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut emisi polutan udara yang berasal dari pembangkit listrik batubara di Indonesia meningkat 110% dalam satu dekade terakhir.
Dalam laporan berjudul “Manfaat Kesehatan dari Transisi Energi Berkeadilan dan Penghentian Bertahap Batubara di Indonesia” itu juga memperkirakan akan terjadi peningkatan hingga 70% pada 2030 jika semua pembangkit listrik batubara yang direncanakan, termasuk pembangkit captive, selesai dibangun dan beroperasi.
CREA mengindikasikan bahwa emisi polutan udara yang dihasilkan pembangkit listrik batubara di Indonesia pada tahun 2022 turut bertanggung jawab atas 10.500 kematian akibat polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$7,4 miliar.
CREA juga menyebut Provinsi Jambi masuk dalam 10 provinsi yang paling terdampak oleh emisi PLTU batubara dan 10 provinsi yang paling bertanggung jawab atas jumlah kematian per tahun terbanyak. Jambi masuk urutan ke-10 dengan angka kematian 187 orang.
Kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik batubara dari 45 GW menjadi 63 GW sebelum 2028, dikhawatirkan akan berdampak pada lonjakan angka kematian akibat polusi udara dari pembangkit listrik batubara di Indonesia. Diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 16.600 per tahun dan biaya kesehatan naik jadi US$11,8 miliar per tahun.
Di bawah kebijakan-kebijakan yang berlaku saat ini, dampak kesehatan kumulatif dari tahun 2024 hingga berakhirnya masa operasi semua pembangkit listrik batubara akan mengakibatkan 303.000 kematian di Indonesia terkait polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$210 miliar.
Pemasangan pengendali polusi udara akan menghindarkan 8.300 kematian dan biaya kesehatan sebesar US$5,8 miliar, terkait polusi udara pada tahun 2035 dalam skenario kebijakan saat ini. Analisis CREA menunjukkan bahwa memasang pengendali polusi udara di semua pembangkit listrik batubara yang beroperasi setelah tahun 2035 akan mengurangi emisi SOX sebesar 73%, NOx sebesar 64%, debu sebesar 86%, dan merkuri sebesar 71%.
Transisi Energi
Menghentikan pengembangan pembangkit baru untuk pembangkit bahan bakar fosil merupakan langkah pertama yang penting dalam transisi energi. Penggunaan energi fosil mendorong pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin buruk.
IESR mengusulkan PLTU berkapasitas 9,2 GW agar dipensiunkan. Tetapi hitungan PLN hanya 5 GW yang akan dipensiunkan. Pemerintah khawatir penutupan PLTU akan berdampak pada PLN. Berdasarkan data 2022, PLN mengoperasikan 6.314 unit pembangkit dengan total kapasitas mencapai 44.940 MW atau sekitar 65% dari total kapasitas yang terpasang di tanah air.
“Pemerintah mikirnya kalau PLTU dipensiunkan, berarti ada nilai aset yang hilang, negara rugi. Kalau dianggap merugikan negara ya repot, ” kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
Dia menilai, penghentian batubara secara bertahap merupakan peluang besar untuk membersihkkan sistem ketenagalistrikan Indonesia. “Kita lebih banyak bicara masalahnya, tapi tidak keluar dengan solusi.”
Selama ini pemerintah tidak pernah menghitung biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat penggunaan energi fosil, khususnya PLTU batubara. Polusi udara yang ditimbulkan dari PLTU terbukti meningkatkan risiko kesehatan.
“Orang jadi gampang sakit karena polusi udara dan biaya kesehatan meningkat, tetapi produktifitas kerja menurun. Sehingga berdampak pada ekonomi.”
Dalam laporan yang dirilis CREA dan IESR, penghentian penggunaan batubara secara lebih cepat pada tahun 2040, sejalan dengan target Persetujuan Paris sebesar 1,5 derajat Celcius, akan menghindarkan total kumulatif sebanyak 182.000 kematian terkait polusi udara dan biaya kesehatan sebesar US$130 miliar dari tahun 2024 hingga akhir masa pakai semua pembangkit listrik.
“Kalau menghitung semua itu—dampak, biaya mahal untuk transisi energi jauh lebih kecil bila dibanding dengan dampak yang harus ditanggung masyarakat akibat penggunaan energi fosil.”
Menurut mantan Koordinator Indonesia Climate Action Network ini, transisi energi akan menguntungkan Indonesia, karena dapat menurunkan biaya energi yang jauh lebih murah dan aman dalam jangka panjang, dibanding menggunakan energi fosil yang rentan dipengaruhi pasar global dan konflik.
“Dengan melakukan transisi energi kita membangun industri baru yang berbasis pada energi terbarukan, sehingga kita punya daya saing. Produk-produk kita juga rendah karbon, bisa lebih diterima di pasar internasional.”
Liputan ini terselenggara berkat dukungan dari Earth Journalism Network