SWARANESIA.COM- Pesawat Sriwijaya Air SJ – 182 dipastikan jatuh di kepulauan Seribu pukul 14.36 WIB. Pesawat itu jatuh di sekitar Pulau Lancung dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Hingga saat ini tim Basarnas dan TNI terus melakukan evakuasi dan pencarian kepingan pesawat Sriwijaya Air SJ – 182.
Sebelum berangkat Pesawat Sriwijaya Air SJ – 182 memang terjadi beberapa gangguan mulai dari delay hingga masalah cuaca.
Pesawat Boeing B737-500 milik Sriwijaya Air termasuk dalam armada yang bermasalah. Federal Aviation Administration (FAA) atau regulator penerbangan sipil di AS telah mewanti-mewanti masalah yang ada, yakni rawan mati mesin di udara.
Mengutip pemberitaan Reuters, peringatan itu disampaikan FAA pada bulan Juli 2020 lalu terhadap 2.000 pesawat Boeing 737 New Generation dan Classic yang diparkir
Mesin pesawat yang tidak dioperasikan berpotensi mengalami korosi pada bagian air valve check.
Jika terjadi korosi, maka bagian itu harus diganti sebelum pesawat terbang. Boeing saat itu langsung meminta operator untuk melakukan inspeksi pesawat.
Jenis Boeing 737-500, Disebutkan Berusia 26 Tahun
Manajer Branch Communication and Legal Bandara Soekarno-Hatta, Haerul Anwar, mengatakan pesawat Sriwijaya Air itu hilang kontak di sekitar Pulau Lancang, Kepulauan Seribu.
FlightRadar24 mengatakan, pesawat SJ182 yang hilang kontak tersebut merupakan pesawat Boeing 737-500 klasik dengan nomor registrasi PK-CLC (MSN 27323). Pesawat tersebut pertama kali terbang pada Mei 1994 alias sudah berumur 26 tahun.
“Kondisi pesawat informasi yang diperoleh dalam kondisi sehat sebelumnya terbang PP ke Pangkal Pinang ini rute kedua ke Pontianak. Dari laporan maintenance juga lancar,” kata Direktur Utama Sriwijaya Air Jeff Jauwena, dalam konferensi pers, Sabtu malam.
Peneliti petir dan atmosfer BMKG yang juga merupakan dosen Meteorologi STMKG, Deni Septiadi, memberikan analisis terkait kondisi cuaca di awal rute penerbangan pesawat tersebut. Analisis dilakukan berdasarkan data satelit di sekitar waktu jatuhnya pesawat.
“Berdasarkan data satelit pada pukul 14.40 WIB di sekitar Cengkareng terdapat Awan Cumulonimbus (Cb) dengan radius bentangan awan sekitar 15 Km dan suhu puncak awan mencapai -70 °C mengindikasikan labil tinggi dan pesawat pasti mengalami turbulence kuat ketika melewatinya,” kata Deni dalam keterangannya, Minggu (10/1).
Deni mengatakan, dari data observasi BMKG Cengkareng menunjukkan bahwa curah hujan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dengan jarak pandang 2 Km terjadi di lokasi. Meski, kondisi tersebut tetap layak untuk take off maupun landing.
“Arah angin di sekitar pesawat hilang dari level permukaan (1.000 hpa) persisten dari Barat Laut, kemudian pada ketinggian 3.000 m (700 hpa) persisten dari Barat Daya. Artinya dari sisi angin sebenarnya tidak memiliki indikasi cross wind yang berarti,” kata dia.