Oleh : Hendri Yandri*
Praktek Work From Anywhere dalam dunia birokrasi baru akan dimulai, ide ini dilontarkan oleh Kepala Biro Humas dan Kerja Sama BKN Satya Pratama yang mengatakan tujuan penerapan WFA bagi ASN adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi pemerintahan. Selain itu, WFA bisa meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja untuk para ASN. Inti dari ungkapan itu mengacu pada kinerja dan pencapaian target. Untuk memantau efektifitas kinerja ASN juga disiapkan aturan terkait hal tersebut, ada sistem pemantauan hingga penilaian bagi ASN yang mengacu Peraturan Menteri (Permen) PANRB Nomor 8 Tahun 2022 tentang Sistem Manajemen Kinerja PNS. Ide WFA bagi ASN ini sejalan dengan pelaksanaan reformasi birokrasi dan penyederhanaan birokrasi.
Selain itu, secara substansi, pemerintah tengah berupaya untuk menyederhanakan struktur organisasi, pengalihan jabatan struktural ke fungsional dan penyesuaian sistem kerja yang lebih dinamis, agile dan kolaboratif. Sesuai dengan core value yang sedang diusung oleh pemerintah yakni “BERAKHLAK” (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif).
Pola kerja WFA sebagai satu terobosan yang sedang dirumuskan oleh pemerintah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, kelebihannya antara lain :
Pertama, mengurangi biaya operasional kantor
Setiap kantor pemerintah tentu mengeluarkan biaya rutin bagi operasional kantor, misalnya biaya tagihan listrik dan air. Dibeberapa kantor pusat biayanya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Kenapa bisa demikian, karena mobilitas ASN yang menggunakan fasilitas listrik dan air selama berada dikantor utamanya pada jam kerja, 07.30 WIB – 16.00 WIB. Energi listrik dan air yang digunakan selama jam kantor, tentu memerlukan biaya operasional.
Akibatnya beberapa kantor pernah dilaporkan diputus oleh PLN akibat menunggak tagihan listrik. Selain itu penggunaan alat tulis kantor seperti kertas dapat ditekan, sebab transaksi pekerjaan dapat dilakukan melalui e-mail, sehingga kantor tidak perlu biaya pengadaan kertas dan penggandaan dokumen lainnya karena semua aktivitas kerja sudah beralih ke traksaksi eletronik. Oleh karena itu pelaksanaan WFA, setidaknya akan mengurangi biaya operasional rutin tersebut, sebab ASN tidak berada dikantor, sehingga listrik, air dan alat tulis kantor dapat dikurangi, dampaknya adalah berkurangnya biaya operasional kantor.
Kedua, menghilangkan lingkungan yang tidak kondusif
Salah satu penyebab menurunnya kinerja ASN akibat lingkungan kerja yang tidak kondusif. Lingkungan kerja yang tidak kondusif membuat konsentrasi ASN menjadi menurun, akibatnya semangat kerja menjadi berkurang. Karena semangat kerja berkurang maka kinerja menjadi rendah, jika kinerja rendah dipastikan produktivitas juga rendah. Ujungnya kinerja orgtanisasi menjadi rendah, jika kinerja organisasi rendah maka akan berdampak pada serapan anggaran, dan akhirnya berimbas pada citra organisasi serta anggaran organisasi tahun berikutnya. Guna meningkatkan kinerja ASN, organisasi pemerintah harus menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawannya, diharapkan ASN akan bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan menerapkan pola kerja WFA, yakni memberikan ruang bagi ASN untuk bisa bekerja dimana saja, sehingga ASN dapat memilih lokasi dan tempat untuk bekerja, apakah dirumah, dikafe, kedai kopi, mall atau alam terbuka sambil healing maupun snorkeling. Artinya ASN dapat memilih sendiri dimana dia akan menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan kontrak kerja yang dibuat bersama pimpinannya asalkan lingkungan tempatnya menyelesaikan tugas tersebut kondusif.
Ketiga, Memunculkan ide-ide brilian
Bekerja dimana saja (WFA) dapat memunculkan ide-ide kreatif dan brilian bagi pengembangan karir serta meningkatkan kinerja organisasi. ASN yang bekerja secara WFA akan lebih fresh dan santai, akibatnya muncul ide kreatif guna menuntaskan pekerjaan.
Tidak hanya itu, seorang ASN yang fresh dan mampu rileks selama bekerja akan menemukan inspirasi baru dalam beraktivitas. Misalnya seorang Widyaiswara, ketika mendapatkan tugas mengelola suatu unit pembelajaran atau pelatihan, tentu akan berusaha menemukan ide bagaimana suatu pembelajaran dibuat semenarik mungkin, lalu dia mulai dengan membuat grup diskusi bersama para ahli secara virtual, setelah melakukan diskusi, Widyaiswara tersebut akan merumuskan supaya unit pembelajaran menarik, maka diperlukan beberapa langkah dan metode, termasuk bagaimana sistem pembelajaran yang akan dibangun, apakah online, offline atau hybrid. Mereka yang bekerja dimana saja tanpa terbatas oleh ruang dan waktu tentu akan lebih mudah menemukan ide-ide brilian agar capaian kinerja yang diberikan kepadanya dapat dilaksanakan semaksimalkan mungkin. Pada akhirnya, seorang Widyaiswara tentu akan berkolaborasi dengan semua ahli, pakar ataupun praktisi dunia pendidikan dan pelatihan sehingga ditemukan satu rumusan apik bagi satu unit pembelajaran yang menarik.
Pergeseran metode pembelajaran dari offline menjadi online atau hybrid, tentu saja membutuhkan kepiawaian. ASN yang piawai akan lebih mudah merumuskan metode mana yang akan dipakai, jangan sampai karena ikut trend, justru pembelajaran yang dilaksanakan semakin jauh dari substansi, akibatnya peserta kehilangan kepercayaan ketika mengikuti pembelajaran. Kepiawaian ini jelas terkait dengan ide, dan ide memerlukan nuansa yang nyaman. Nuansa yang nyaman hanya dapat dirasakan seorang ASN sesuai dengan keinginannya sehingga ketika seorang ASN bekerja dengan nuansa yang sesuai dengan keinginannya tersebut akan membantunya menemukan ide-ide brilian guna mencapai tujuan organisasi, maka kebebasan ASN untuk dapat bekerja dimana saja akan memudahkannya menemukan nuansa itu.
Tiga poin diatas merupakan wujud dari WFA bagi ASN, artinya ASN dapat melakukan WFA sepanjang memberikan dampak bagi organisasi, apalagi organisasi pemerintah yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Ditambah biaya yang digunakan adalah amanat rakyat bagi peningkatan kualitas layanan. Amanat ini tentu saja berat, karena akan ada penilaian langsung atau tidak langsung dari masyarakat, maka bagi ASN yang bekerja secara WFA namun pelayanan terhadap masyarakat menjadi menurun akan menjadi bumerang bagi ASN, tidak hanya dirinya tapi ASN secara keseluruhan.
Konsepsi yang tengah digodok oleh KemenPANRB ini tentu saja memiliki titik lemahnya, terutama pada sistem kontrol bagi ASN yang akan melakukan WFA. Oleh sebab itu kajian dan diskursus tentang rencana penerapan pola kerja WFA perlu pematangan. ASN mana saja yang dapat melakukan WFA, apa kriterianya, bagaimana mekanisme kerjanya, sistem kontrolnya, reward dan punishmentnya, serta sekelumit persoalan lain yang memerlukan pandangan dan masukan bersama, agar kebijakan WFA dapat berjalan sesuai dengan amanat Undang-Udang ASN sebagai satu tradisi baru dalam birokrasi pemerintah.
*Penulis Widyaiswara Kementerian Pertanian