Oleh : Jon Afrizal*
Pemilih adalah kebebasan untuk menentukan pilihan. Begitu kira kira yang tersebut selama ini, jika pemilihan mulai tingkat desa hingga negara berlangsung.
Mari kita lihat, kondisi yang terjadi di seluruh daerah di Provinsi Jambi. Apakah itu sebuah jawaban yang benar, terhadap kebebasan memilih itu sendiri?
Kita semua telah terbiasa bicara soal guguk, keturunan, kerabat, kampung, dan, ehm, kepentingan ke depannya yang bakal didapat jika seseorang kandidat menjabat.
Akibat akibat langsung dari persoalan ini, tentu saja, jika mengacu kepada slogan ulang tahun Provinsi Jambi ke-63, yakni “Rumah Bagi Keberagaman”, siapa saja yang punya hak pilih berhak untuk dipilih.
Harusnya, kita tidak bicara soal guguk-isme lagi. Oh, ya, dalam terminologi ini, sila dimasukkan juga keyakinan. Sebab, sesuai slogan tadi, seluruh Provinsi Jambi adalah rumah untuk siapa saja, ya penduduk lokal, pendatang, bahkan terkait gender sekalipun.
Hingga di paragrap ini, apakah ada yang merasa aneh terhadap berbagai pilkada yang dilakukan di sini di sepanjang era otonomi daerah ini?
Kembali kita ke slogan tadi. Fakta di lapangan yang jungkir balik seharusnya mulai mengacu ke slogan itu. Jangan lagi bicara soal senior segala senior. Cukupkan pembicaraan terkait kapasitas kandidat.
Tentu saja, selalu saja ada “donate” di belakang kandidat. Selalu saja ada perhitungan untung dan rugi yang bakal terjadi.
Namun, sudah saatnya kita tidak melulu berslogan, seperti sekian banyak spanduk yang bergantung di banyak tiang di pinggir jalan di kota ini. Yang hanya membuat sakit mata ketika memandangnya.
Ayo, kita semua mulai belajar dari slogan yang telah dibuat itu. No hurt feeling.
Pertarungan yang fair sangat dibutuhkan agar mendapatkan pemimpin yang baik. Jangan malah saling tuding di depan hakim dan jaksa, seperti yang terjadi di persidangan “Skandal Ketok Palu”.
Di persidangan, semua akan terbuka, dan semua orang mengetahuinya, dan mulai berpikir untuk memilih kandidat yang lain, yang berbeda, atau hanya sedikit noktah hitam di karier politiknya.
Ingat, kita sedang bicara soal “Rumah Bagi Keberagaman”. Artinya, bakal ada pilihan yang beragam, baik yang pernah menjabat atau baru saja on fire.
Ini bakal membuat semua yang ada di seluruh wilayah Provinsi Jambi yang tengah melakukan pilkada bersama berusaha “meng-agak agak” pihak yang berbeda dukungannya.
Kira tidak sedang mengadakan “perang saudara”. Tetapi sedang mencari pemimpin yang bisa membawa negeri ini menuju arah yang jelas, dan terus berkembang.
Atau, jika kita ingin mengaitkannya dengan sejarah panjang negeri Jambi, yaitu sebagai tempat untuk belajar dan sebagai dermaga berjual beli.
Mari, kita semua pasti bisa.
* jurnalis TheJakartaPost dan anggota Majelis Etik (ME) AJI Kota Jambi
Discussion about this post