Kasus Lucinta Luna menjadi bahan ejekan bagi warganet. mereka melihat kasus ini Lucinta Luna Sebagai pelaku LGBT? Namun tak kah terselip permasalahan baru dari kasus selebgram ini? Bagaiamana penerimaan LGBT di kalangan kita, atau Indonesia, sudah adilkah?
Oleh : Andika Arnoldy (*)
Kasus yang menjerat Lucinta Luna (LL) adalah kasus yang biasa. Apalagi jika dikaitkan dirinya sebagai selebritis yang diduga tertangkap karena penyalahgunaan narkoba pun adalah hal yang lumrah. Meski demikian jika ditanyakan keprihatinan, tentu dada kita pasti sesak dengan kasus narkotika yang tidak henti terjadi.
Namun apa yang menarik dari kasus LL ini? Media massa eletronik, cetak dan online membuat fokus berita yang membuat dahi mengerenyut. Kenapa demikian. Disebutkan dalam berita detik.com, bahwa kepolisian tengah bingung jenis kelamin dan sel mana dia akan dinapkan.
Dalam media online detik.com itu, disebutkan menurut keterangan Polisi Di dalam KTP-nya tertera yang bersangkutan ini adalah perempuan, paspornya laki-laki. Namun menurut pengacara sudah ada keputusan pengadilan terkait jenis kelamin LL ini.
Terang saja ini menjadi persoalan khusus bagi Lembaga terkait (apapun itu) jika sudah menyoal tentang pribadi seseorang, mulai dari jenis kelamin bahkan agama. Ini akan nyambung dengan perlakuan yang diberikan pada yang terkait.
Apa Harus Menerima LGBT?
Debat LGBT mengingatkan debat teori evolusi Darwin. Penuh kontroversial dan sensasi. Selalu ada orang berada di barisan pro dan kontra, itu tentu berdasarkan pada studi ilmiah dan pendapat masing-masing.
Saat teori Darwin menggelinding misalnya terjadi debat di Eropa kala itu. Seorang kontra lalu menganalogikan sebuah jajak pendapat. Kalau pro terhadap teori Darwin maka berbaris sebelah kanan dan kontra silahkan sebelah kiri. Namun ternyata banyak yang berbaris sebelah kiri.
Pun ketika dia dikatakan sebagai keturunan kera, semacam Darwinpun rasanya enggan menyatakan dirinya sebagai kera.
Sama halnya dengan yang kontra masih sulit memecah mitos LGBT adalah gaya hidup atau kelainan seksual.
Dalam mengatasi isu rentan ini tak perlu dengan serius dan fokus pada persoalan ketidak Adilan soal HAM, tapi lebih baik lihatlah pada persoalan yang sebenarnya terjadi, pengakuan atau cuma proyek kemanusiaan sesaat.
Jadi debat LGBT ini akan terus bergulir dan berkembang selagi belum ada pengakuan terhadap “adanya” LGBT ini.
Tapi tak baik pula jika pelaku LGBT di hukum karena alasan kelainan seksual. Karena tindakan mereka bukanlah tindakan merusak pada prinsip umum. Lain jika kasus ini memaksa kehendak seperti pemerkosaan atau pelecahan seksual.
Jadi pro dan kontra LGBT bukan pada isunya tapi justru pada pengentasan isu itu sendiri.
Perdebatan LGBT adalah perdebatan serius. Hingga saa ini sulit dipecahkan atau diambil jalan tengahnya.
Dalam Mukaddimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dinyatakan “Hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan”
Mengutip Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dari idntimes.com LGBT merupakan orientasiseksual given dari Tuhan bukan melanggar hukum, penegakan hukum dilakukan jika orang tersebut melanggar hukum. Sistem hukum kita bukan untuk LGBT tetapi universal jika untuk kelompok tertentu aja itu diskriminasi,
Padahal Indonesia merupakan negara majemuk di mana masyarakat hidup berdampingan dengan berbagai macam perbedaan. Perbedaan tersebut menjadi dasar untuk menjunjung tinggi persatuan, mulai dari suku, ras, agama yang menjadikan berbagai macam bentuk kepribadian manusia yang dibawa oleh setiap individu bernama hak asasi manusia.
Setiap warga negara memiliki hak untuk menjadi apa yang mereka putuskan atas dirinya, termasuk menjadi bisex, gay, lesbian, dan lain – lain.
Namun faktanya di lingkungan Kejaksaan Agung yang melarang LGBT untuk mendaftar CPNS dan di secara nasional khususnya Aceh terjadi kriminalisasi seks sesama gender.
Dengan adanya kesadaran untuk menghargai perbedaan prinsip hidup, dapat menumbuhkan benih toleransi yang merajut integrasi dalam negeri. (Pemimpin Redaksi Swaranesia.com)