Oleh : Andika Arnoldy
Pada 27 November 2024 merupakan hari pemungutan suara Pilkada Serentak edisi terakhir. Masyarakat yang memiliki hak pilih di 37 Provinsi dan 508 kabupaten/kota akan menentukan pilihannya secara langsung untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah yang menjabat untuk periode 2025-2029. Provinsi Jambi termasuk salah satunya yang akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur.
Membicarakan Pemilihan Gubernur Jambi periode 2025-2029, sebaiknya tak dilepaskan dari konteks pelaksanaan pemilihan sebelumnya serta kandidat yang terlibat di dalamnya. Alm. Zulkifli Nurdin (ZN) terpilih menjadi Gubernur Jambi periode 1999-2004 melalui mekanisme pemilihan DPRD Provinsi Jambi. Pada periode kedua jabatannya, periode 2005-2010, Alm. Zulkifli Nurdin kembali terpilih melalui pemilihan langsung, berpasangan dengan Wakil Gubernur, Antony Zeidra Abidin (AZA). Setelah masa jabatan ZN berakhir, sampai saat ini tak ada lagi Gubernur Jambi yang bisa menjabat dua periode. Tanpa memungkiri bahwa setiap insan manusia lekat dengan kekurangan, penulis berpendapat bahwa ZN adalah Gubernur Jambi yang memiliki dimensi kepemimpinan otentik. Secara ringkas, kepemimpinan otentik didefinisikan sebagai kepemimpinan yang dilakukan dengan cara jujur, tulus, dan nyata sesuai dengan jati diri pemimpin. Tak mengherankan, ketika terpilih menjadi Gubernur Jambi untuk kedua kalinya, ZN-AZA mampu mengantongi 80% suara pemilih.
Setelah berakhirnya era ZN, maka kepemimpinan Gubernur Jambi selanjutnya tak ada yang benarbenar patut diapresiasi. Provinsi Jambi punya rekam jejak, Gubernurnya diangkut komisi anti rasuah KPK yang ironisnya merupakan anak Alm. Zulkifli Nurdin, Zumi Zola karena tersangkut kasus suap ketok palu APBD dan gratifikasi pada tahun 2018. Dua Sekretaris Daerah Provinsi Jambi yang seharusnya menjadi panutan bagi segenap insan ASN, Syahrasaddin dan AM Firdaus juga tersangkut kasus korupsi yang sama yaitu Dana Pramuka. Erwan Malik, saat menjadi Plt. Sekretaris Daerah juga turut menjadi tersangka kasus suap pengesahan RAPBD Tahun 2018.
Provinsi Jambi akhirnya tak lebih dari sekedar medioker. Tak pernah benar-benar memiliki Gubernur dengan kepemimpinan yang otentik dan mampu menggerakkan seluruh unsur pendukung dan jejaring untuk membangun Jambi secara terencana, terukur dan mampu bersaing dengan Provinsi lainnya, terutama di Pulau Sumatera. Kinerja Pemerintah Provinsi Jambi tak pernah benar-benar mampu mengeksplorasi potensi yang dimiliki secara optimal. Penempatan pejabat dipenuhi faktor non eksternal dan tidak mengenal sistem merit. Ada semacam anekdot di kalangan pemerhati dan birokrat di jajaran Pemerintah Provinsi Jambi bahwa mayoritas pejabat di Pemerintah Provinsi Jambi memiliki asal daerah atau setidaknya punya hubungan kekerabatan dan koneksi lainnya dengan Gubernur yang sedang menjabat. Mungkin akan banyak yang mencoba mengelak namun sebaliknya akan lebih banyak bukti yang bisa dihadirkan untuk membenarkan premis tersebut.
Sekarang mari melihat capaian beberapa Indikator Makro sebagai ukuran pembangunan di Provinsi Jambi kurun waktu 2021-2024. Tingkat Kemiskinan bisa diturunkan dengan realisasi 7,58% pada tahun 2023 meskipun target yang ditetapkan 7,84% atau lebiih tinggi dari capaian angka kemiskinan tahun 2022 sebesar 7,70%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2023 mencapai 4,53% dari target yang ditetapkan 4,61%. Lagi-lagi target ini justru lebih rendah dari pencapaian TPT tahun 2022 yang mencapai 4,59%. Provinsi Jambi pada bulan Juli tahun 2022 juga sempat menjadi daerah dengan inflasi tertinggi seIndonesia 8,55% secara Year on Year (YoY) meskipun di akhir tahun bisa diturunkan menjadi 6,35% secara
Year on Year (YoY). Angka-angka statistik ini menunjukkan betapa lemahnya administrasi kepemimpinan Gubernur saat ini. Tak ada akselerasi yang membanggakan dan berkontribusi terhadap peningkatan daya saing daerah apalagi kesejahteraan masyarakat.
Belum lagi, membicarakan program unggulan seperti Dua Milyar Satu Kecamatan (Dumisake) yang pelaksanaannya justru tak lebih baik dari Satu Milyar Satu Kecamatan (Samisake) di era Gubernur Hasan Basri Agus (HBA). Kalaulah pada akhir-akhir ini, Dumisake seperti sedang berjalan di beberapa daerah maka itu tak lebih darisebatas kamuflase dari aksi kampanye terselubung. Publik juga bisa menilai bahwa permasalahan Angkutan batu bara untuk penanganan dan pengambilan solusinya terkesan parsial dan temporal sementara masyarakat sebagai korban tak pernah mendapatkan kompensasi yang memadai. Ketidakberdayaan Pemerintah Provinsi Jambi dalam mengatur dan menegakkan regulasi terhadap aktivitas angkutan bara tampak ketika Pemerintah Pusat melalui Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menolak melakukan rehablitasi jalan nasional dalam wilayah Provinsi Jambi selama penggunaannya belum tertib.
Mencari Pemimpin Otentik
Rakyat Jambi sebagai pemilih suara kiranya perlu untuk mengingat bahwa mereka punya untuk menghukum setiap pemimpin yang pernah ingkar janji ketika diberi Amanah. Alhamdullilah, tak terjadi pertarungan melawan kotak kosong dalam Pemilihan Gubernur Jambi kali ini. Konon, segenap upaya telah dilakukan untuk memastikan tak ada lawan di sebrang untuk bertanding. Apa daya, pasca putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 dalam sekejap mengubah peta persaingan. Romi Haryanto yang berpasangan dengan Sudirman, seorang Jendral Purnawirawan asal Jambi hadir menjadi penantang petahana. Kondisi ini patut disyukuri. Masyarakat Jambi akhirnya punya opsi pilihan. Bisa membandingkan rekam jejak dan mencoba mengukur kadar kesungguhan dan kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan dan permasalahan akibat absennya Pemerintah yang profesional berbasis akuntabilitas, kapabilitas dan transparansi selama ini.
Otentisitas tak pernah datang dari orang lama. Orang lama pasti telah punya jejak rekam dan sederet fakta yang berbicara. Bagaimanapun fakta tersebut dipoles, pada hakikatnya kejujuran Nurani akan menuntun kepada pilihan yang meminimalisir kesalahan atau kerusakan yang berulang. Kedua pasang calon bisa dikategorikan sebagai orang lama tapi dalam aspek-aspek tertentu keduanya berbeda pula. Demokrasi secara umum disederhanakan sebagai media untuk memilih pemimpin berdasarkan suara terbanyak. Padahal tidak sesederhana itu. Melalui demokrasi rakyat, sebagai pemilik suara dan kedaulatan tertinggi berhak untuk menghukum sekaligus memberikan kesempatan. Dalam hitungan menit di bilik suara pada tanggal 27 November 2024, Rakyat Jambi akan menunjukkan kedewasaan dan ingatan bersama sebagai landasan untuk memilih Gubernur Jambi dan Wakil Gubernur Jambi yang baru. Memilih bukan karena iming-iming materi sesaat yang tak sebanding dengan 5 tahun ke depan. Saatnya Provinsi Jambi memiliki pemimpin yang otentik!