Oleh Abdurrahman Sayuti
Baru saja selesai pilkada serentak tahun 2020, bahkan proses sengketa pilkada saat ini masih bergulir di Mahkamah Konstitusi. Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Jambi beberapa hari yang lalu telah mewacanakan tentang pencalonan Walikota Jambi, hampir bersamaan dengan Musyawarah Tingkat Wilayah dan Musyarawah Tingkat Daerah Tanggal 27-28 Desember 2020 secara serentak di Indonesia.
Seiring bergantinya Dewan Pengurus Daerah PKS Kota Jambi, sepertinya PKS Kota Jambi ingin langsung tancap gas untuk kepengurusan yang baru dengan mengumumkan pencalonan Walikota Jambi mendatang, diketahui PKS Kota Jambi akan mengusung kader terbaiknya yakni H. Muhammad Zayadi, S. Pt. yang tidak lain saat ini mengemban amanah sebagai ketua fraksi PKS di DPRD Kota Jambi.
Curi start mengumumkan Calon Walikota Jambi yang dilakukan oleh PKS Kota Jambi adalah sebuah narasi yang patut untuk diapresiasi dan sebagai sebuah langkah berani, mengingat suksesi pilkada untuk Kota Jambi masih hitungan kurang lebih 2 (dua) Tahun lagi jika kebijakan Pemerintah Pilkada Serentak Tahun 2022/2023.
Muncul pertanyaan, Apa tidak terlalu cepat untuk mengumumkan Calon Walikota Jambi? Secara hitungan persiapan politik, waktu 2 (dua) Tahun tersebut bukan waktu yang lama. Apalagi untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas Calon Walikota.
Berbekal 5 (lima) kursi di DPRD Kota Jambi, PKS butuh 4 (empat) kursi tambahan saja untuk keterpenuhan syarat 20 % (dua puluh persen) untuk pencalonan Walikota Jambi yang diusung oleh Partai Politik. PKS Kota Jambi hanya perlu berkoalisi dengan 1 (satu) atau 2 (dua) Partai Politik untuk dapat melenggangkan diri sebagai Calon Walikota Jambi.
Berbeda dengan Pilkada Kota Jambi Tahun 2018 yang lalu, PKS Kota Jambi hanya memiliki 1 (satu) kursi di DPRD Kota Jambi yang harus ikut kemudian berkoalisi dengan Partai Politik lain mengusung Sy Fasha-Maulana.
Pilkada 2018 yang lalu, PKS Kota Jambi boleh dikatakan hanya sebagai penonton, hanya dianggap sebagai anak bawang dalam koalisi tersebut, karena hanya membawa 1 (satu) kursi untuk mengusung petahana.
Tapi kesolidan dan militansi kader PKS Kota Jambi pada pilkada 2018 yang lalu tidak perlu diragukan lagi, terutama urusan masalah saksi di TPS, selalu dipercayakan ke PKS, bukti C1 PKS paling lengkap dan sering menjadi rujukan Partai Politik lain.
Wajar kemudian, dengan semangat Pilkada 2018 yang lalu mampu meningkatkan perolehan kursi PKS Kota Jambi pada Pileg 2019 dari 1 (satu) kursi menjadi 5 (lima) kursi.
Pilkada bukan sekedar kalkulasi kursi, tapi lebih daripada itu, politik pilkada tidak terlepas dari lobby-lobby, dukungan dan logistik. PKS Kota Jambi punya potensi untuk mengelola semua itu. Langkah marathon untuk menyiapkan semua itu harus sudah mulai dilakukan saat ini.
Lobby politik sudah harus dilakukan dengan melakukan pendekatan kepada Partai Politik yang memiliki kursi cukup, tidak perlu partai besar, berkaca pada pilkada 2020 pemenang pilkada di Propinsi Jambi hanya didukung oleh partai menengah. Sedapat mungkin PKS Kota Jambi menghindari mahar politik, karena untuk mengurangi ongkos politik yang tidak perlu dan dana tersebut sebaiknya digunakan untuk kebutuhan logistik yang lebih penting.
PKS Kota Jambi sudah harus mulai membuat simpul-simpul pendukung berbasis relawan dengan membentuk nama-nama relawan, misalnya Milenial H. Muhammad Zayadi, Emak-Emak Keren atau apa saja yang kekinian. Simpul-simpul relawan tersebut harus dikelola berbasis data, agar mulai sekarang sudah terdata simpatisan yang akan mendukung calon walikota yang diusung PKS Kota Jambi.
Terakhir, terkait pentingnya logistik. Logistik dalam hal ini diartikan kesiapan PKS Kota Jambi dalam hal pembiayaan pilkada mendatang seperti biaya : cetak alat peraga kampanye, bahan kampanye, media center, konsultan politik dan survei, akomodasi tim pemenangan dan lain-lain.
Tidak bisa dipungkiri, butuh biaya yang besar untuk mengusung Calon Walikota. Dengan potensi kader yang ada, setidaknya sudah mulai dibuat skema pembiayaan yang akan dilakukan, apakah melalui iuran kader setiap bulan misalnya kader PKS Kota Jambi ada 1.000 orang minimal setiap bulan Rp. 200.000 dalam jangka waktu 24 bulan, maka akan terkumpul dana yang cukup lumayan untuk pembiayaan operasional pilkada.
Belum lagi ditambah dengan dana kas politik DPD PKS Kota Jambi itu sendiri. Tentu, jika bicara cost rill untuk politik tersebut tidak bisa dikalkulasikan langsung, karena perkembangannya sangat dinamis. PKS Kota Jambi harus melihat dari Pilkada 2020 yang ada di Propinsi Jambi, hampir semua pemenang bukan dari latar belakang petahana yang memiliki logistik yang kuat, mereka paslon pemenang yang punya keterbatasan logistik, namun memiliki tim dan simpatisan yang solid dan militan.