SWARANESIA.COM,JAKARTA- Melanie Perkins, wanita muda asal Australia yang berhasil menjadikan startup desain grafis ini bernilai lebih dari US$ 3,2 miliar atau setara Rp 44,8 triliunĀ (kurs Rp 14.000). Di balik kesuksesannya tersebut, ternyata Perkins harus mengalami ratusan kali penolakan hingga akhirnya berhasil menjadikan Canva mendunia.
Kini, Canva telah memiliki lebih dari 20 juta pengguna terdaftar di 190 negara berbeda. Sarana desain tersebut juga tersedia dalam 100 bahasa berbeda dan memiliki koleksi lebih dari tiga juta gambar, dengan tambahan inspirasi baru setiap harinya
Untuk diketahui, Canva merupakan platform desain grafis daring (online) yang memungkinkan siapa saja untuk mendesain sendiri kartu ucapannya, CV, poster, situs web sampai kalender. Startup desain grafis ini disajikan secara gratis bagi siapa saja namun juga menyediakan opsi premium bagi pelanggannya.
Dari opsi premium ini lah, Canva memperoleh pendapatan karena dikenakan biaya US$ 10 atau setara Rp 140.000 per bulan nya dan menjual jutaan desain foto premium dengan harga US$ 1 atau setara Rp 14.000 per fotonya.
Meski pelanggan Canva lebih banyak yang memilih fitur gratis yang disediakan, namun, untuk tahun ini saja, Canva kembali berhasil menarik pendanaan hingga US$ 85 juta atau setara Rp 1,218 triliun.
Targetnya, akhir tahun ini, Canva dapat melipatgandakan pendapatannya hingga menjadi US$ 200 juta atau setara Rp 2,8 triliun. Tak hanya kuat dari segi pendanaan dan pendapatan, Canva juga kuat secara organisasi yang memiliki lebih kurang 700 karyawan.
Mengutip Forbes, sebelum sukses dengan Canva, Perkins lebih dulu mendirikan perusahaan pertamanya pada 2007 silam yang merancang buku tahunan bagi sekolah-sekolah di sekitar tempat tinggalnya, Perth, Australia. Usahanya saat itu diberi nama Fusion Books dan tak lama didirikan, bisnisnya tersebut langsung menemukan pasarnya. Perkins akhirnya terpaksa menunda kelulusannya karena disibukkan dengan pesanan yang terus bertambah setiap harinya.
Fusion Book pun akhirnya menjadi penerbit buku tahunan terbesar di Perth dengan pelanggan tetap mencapai 400 sekolah di Australia bahkan sempat mendapat lisensi hingga Prancis. Akan tetapi, Perkins pada akhirnya mulai kewalahan yang mana semakin tingginya permintaan, semakin banyak pula dana yang dibutuhkan oleh bisnisnya untuk berkembang.
Perkins pun mulai menyodorkan proposal bisnisnya tersebut hingga ke lebih 100 investor, namun selalu ditolak. Meski terus menerima penolakan, Perkins terus mencari peluang baru bagi usahanya itu. Hingga pada 2011, Perkins menemukan peluang tersebut. Ia mengikuti kompetisi startup pemula yang diadakan oleh Bill Tai. Akan tetapi, Perkins tetap gagal dalam kompetisi tersebut dan seluruh investor yang hadir pergi tanpa meninggalkan modal apa pun. Meski demikian, Perkins tak menyerah dan kembali mengadu nasib ke Silicon Valley dan bertemu Cameron Adams.
Pada 2013, Perkins sukses meluncurkan Canva bersama Cliff Obert dan Cameron Adams. Bergabungnya Adams, menguatkan perusahaan tersebut hingga berhasil mendatangkan investor dari beberapa negara berbeda seperti Bond Capital, General Catalyst, Bessemer Venture Partners, Blackbird, dan Sequoia China.