SWARANESIA.COM, Jakarta – Kemelut bisnis yang membelit dua maskapai nasional PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) dan PT Sriwijaya tak usai-usai. Setelah sempat melunak, kedua perusahaan kini disebut bersitegang kembali dan berdampak pada operasional penerbangan Sriwijaya.
Maskapai milik Chandra Lie itu banyak mendapat keluh kesah Kamis (7/11/2019) di media sosial. Penumpang protes karena mengalami penundaan penerbangan (delay) bahkan ada yang dibatalkan.
Dampaknya para penumpang yang seharusnya terbang hari ini banyak yang terlantar di bandara. Mereka mengeluh karena tidak kunjung mendapatkan kejelasan dari pihak Sriwijaya.
Rini Suryati menjadi salah seorang penumpang yang turut mengalami nasib nahas. Dia baru mengetahui adanya pembatalan ketika terlanjur tiba di bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pukul 12.00 WIB. Ia hendak pergi ke Malang menggunakan Sriwijaya.
“Kita mau ke Malang. Awalnya pakai Garuda, tapi penuh. Terus disarankan pakai Sriwijaya, karena anaknya Garuda, dan dapat yang jam 13.10,” ujarnya dilansir dari CNBC Indonesia.
Hal serupa juga dialami oleh Ahmad Mustaqfirin. Melalui akun Twitter-nya, ia mempertanyakan keputusan Sriwijaya yang membatalkan jadwal penerbangannya secara tiba-tiba, padahal ia sudah melakukan check-in dan berada di ruang tunggu.
Humas PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Internasional Minangkabau Fendrick Sondra menyebut pembatalan penerbangan dikarenakan PT Gapura Angkasa, selaku petugas penanganan operasional darat (ground handling) Sriwijaya Air, tidak bisa melakukan penanganan sesuai arahan manajemen Gapura Angkasa.
Karena layanan dihentikan, Sriwijaya Air Group harus melayani sendiri proses ground handling seperti layanan check-in dan aktivitas lainnya di bandara.
PT Gapura Angkasa menghentikan layanan jasa kebandarudaraan bagi maskapai di bawah Sriwijaya Air Group yakni Sriwijaya Air dan NAM Air. Seiring dengan itu, kerja sama operasi maskapai tersebut dengan Garuda Indonesia, juga kembali terputus.
Direktur Pemeliharaan dan Layanan PT Garuda Indonesia Tbk (Persero), Iwan Joeniarto, menyebutkan Sriwijaya tidak akan lagi menjadi anggota Garuda Indonesia Group.
“Hubungan antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Group akan dilanjutkan pada basis business to business,” tulis Iwan dikutip dari Kumparan.
Gapura Angkasa adalah perusahaan patungan yang didirikan oleh tiga BUMN yaitu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero), yang bergerak dibidang usaha jasa ground handling dan kegiatan usaha lainnya yang menunjang usaha penerbangan di bandar udara.
Utang Sriwijaya membengkak
Sebelum terjadi kerja sama antara Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya, maskapai ini punya beban tanggungan ke beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang cukup besar.
Beberapa kewajiban itu, di antaranya kepada PT Pertamina (Persero) sebesar Rp942 miliar, PT GMF AeroAsia Tbk atau anak usaha Garuda Indonesia sebesar Rp810 miliar, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebanyak Rp585 miliar, utang suku cadang AS $15 juta, dan kepada PT Angkasa Pura II (Persero) Rp80 miliar, serta PT Angkasa Pura I (Persero) sebesar Rp50 miliar.
Nilai utang Sriwijaya kepada Garuda pun semakin membengkak. Garuda diketahui mengenakan Sriwijaya utang bunga sebesar 0,1 persen per hari dari jumlah yang belum dibayarkan dengan maksimum sebesar 5 persen per bulan.
Mengutip laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia per September lalu, total utang Sriwijaya Air ke Garuda sebesar AS $95,6 juta atau setara dengan Rp1,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/$).
Jumlah ini meningkat 72,7 persen dari akhir Desember 2018 yang senilai AS $55,39 juta (Rp775,55 miliar).
Besarnya beban itu mendorong terjadinya kerja sama pada 19 November 2018 dan pemegang saham Sriwijaya menyerahkan operasional maskapai itu kepada Garuda Indonesia.