BOLEH dibilang menjadi Pekerja Seks (PS) adalah kutukan. Orang-orang akan segera memberikan pandangan negatif pada PS ini. Sehingga orang-orang yang terlanjur menjadi PS harus menerima nasib seperti dihina hingga dicuekin.
Bulan April tahun 2018, seorang pasien HIV/AIDS asal Jambi harus meninggal tanpa diketahui keluarga. Dia terbaring lemas di rumah sakit Umum Raden Mattaher Jambi dua minggu dirujuk di sana. Lalu setelah kondisi membaik dia dikembalikan.
Namun karena tidak diketahui keluarganya maka dia diberikan ke dinas sosial. Lantas dinas sosial merujuk ke Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI)di Jambi untuk diurus sebagaimana mestinya. Sayangnya setelah dua minggu diurus, namun dia meninggal tanpa dihadiri keluarga.
Demikian cerita Antoni pengurus Opsi Jambi, pada swaranesia.com, Rabu (27/11) saat di jumpai di kantornya.
Antoni di dampingi pekerja seks dan konsultan hukum Ferdia Prakasa, membeberkan perihal ketimpangan yang terjadi pada anggota organisasinya.
“Profesi kami saat ini pada posisi kelas dua, selalu dikriminalisasi dan tidak mendapatkan akses kesehatan dan sosial lainnya sama dengan warga negara lainnya,” ujar Antoni.
Antoni menjelaskan pekerja seks sangat mudah dikriminalisasi. Apalagi saat menjalankan profesinya, sering mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari klien dan pelanggan.
“Pada siapa kami harus mengadu, kalau melapor pada pihak penegak hukum kami takut kena imbas peraturan daerah soal Prostitusi,” ujar seolah PS dalam ruangan itu.
Dia juga mengatakan kerap mendapatkan intervensi dari oknum berseragam bahkan bersenjata. Untuk hal demikian dirinya tidak mampu melawan karena tidak berdaya.
“Kadang kami tak berdaya jika ada pelanggan yang tidak membayar,” ujarnya
Antoni mengatakan sebenarnya keberadaan Opsi di Jambi adalah selain mendata keberadaan PS jika memberikan wadah bagi PS agar bisa mengalihkan profesi mereka saat ini menjadi lebih positif.
Saat ini sudah ada seribuan PS yang terdata namun yang bergabung di Opsi sebanyak 300 an orang. Di antara mereka sudah ada yang mandiri bekerja normal namun masih ada juga mempertahankan profesi mereka.
Opsi sendiri di Jambi sudah berada sejak 7 tahun yang lalu. Sudah sering memberikan pendampingan hingga ke pengadilan. Mereka mendapatkan dampingan hukum secara keseluruhan.
Di Indonesia sudah ada 19 provinsi yang bergabung. Saat ini sudah melakukan jejaring ke internasional dengan jaringan pekerja seks asia Pasifik dari Thailand, Swiss, dan Belanda.
“Kami berharap pemerintah tidak membeda-beda warganya, karena semua warga negara berhak mendapatkan keadilan sosial yang sama,” ujar Antoni. (Andika/Swaranesia.com)