Gatot Tarunamihardja adalah jaksa agung pertama di Indonesia. Ia pertama kali dilantik pada tanggal 1 Oktober 1945. Namun, hanya berselang 23 hari kemudian, ia diberhentikan secara hormat oleh presiden Soekarno, setelah ia secara pribadi meminta pengunduran diri. Dirinya kembali diangkat menjadi jaksa agung pada tanggal 1 April 1959 yang sekaligus menjadikan dirinya sebagai orang pertama yang memegang jabatan jaksa agung sebanyak dua kali.
Salah satu kasus paling terkenal yang coba ia bongkar adalah perihal korupsi penyelundupan yang dilakukan oleh Panglima Teritorium I Kolonel Maludin Simbolon di Teluk Nibung, Sumatera Utara, serta barter yang diduga melibatkan Kolonel Ibnu Sutowo di Tanjung Priok. Belakangan diketahui hasil dari penyelundupan dan barter ini digunakan untuk kepentingan tentara.
Dalam otobiografinya, Pergulatan Tiada Henti: Dirumahkan Soekarno, Dipecat Soeharto, Buyung bercerita, Ketika Gatot diangkat menjadi Jaksa Agung, ia bertekad untuk membersihkan negara ini dari korupsi.
Menurut Buyung, Gatot memang terlalu berani dengan memilih korupsi sebagai kejahatan pertama yang harus diberantas di institusi tentara. Tak tanggung-tanggung, Gatot bahkan berupaya membongkar kasus korupsi penyelundupan di Teluk Nibung, Sumatera Utara di bawah Panglima Teritorium I Kolonel Maludin Simbolon, dan barter di Tanjung Priok yang diduga melibatkan Kolonel Ibnu Siwoto. Hasil dari penyelundupan dan barter itu digunakan untuk kepentingan tentara.
Seperti dilansir di hisoria Awalnya, penyelidikan itu sempat dihentikan oleh KSAD Mayjen TNI AH Nasution dan akan menyelesaikan masalah itu dengan cara disiplin tentara dan administratif. Pemerintah juga telah menyetujuinya. Namun, pada 23 Agustus 1959, Gatot meminta izin Presiden Soekarno untuk melakukan pemeriksaan setelah adanya indikasi penyelundupan yang terus dilakukan.
Beberapa perwira seperti Kolonel Ibnu Sutowo dan Letkol Sukendro, Nasution, berupaya menggagalkan saat Gatot akan memeriksa. Bahkan, mereka memerintahkan Penguasa Perang Daerah Jakarta Raya Kolonel Umar Wirahadikusuma untuk menangkap Gatot saat presiden di luar negeri.
Setibanya di tanah air, Soekarno menggelar pertemuan bersama Perdana Menteri Djuanda, Nasution dan Gatot. Permasalahannya diambil alih Sukarno. Sebagai jalan tengah, presiden memberhentikan Gatot dan mengembalikannya ke departemen kehakiman.
Sementara, para perwira yang terlibat barter Tanjung Priok dimutasi dan tetap aktif di militer. Tindakan Gatot itu ternyata masih mendapat kecaman, tentara berusaha membunuhnya.
Christianto Wibisono dalam Jangan Pernah Jadi Malaikat: Dari Dwifungsi Penguasaha, Intrik Politik, sampai Rekening Gendut, menulis bahwa Operasi pemberantasan korupsi mengalami obstruksi (rintangan) seperti percobaan pembunuhan terhadap Jaksa Agung Gatot Tarunamihardja yang berani mengusut penyelundupan oleh perwira tinggi TNI Angkatan Darat
“Dia dicoba dibunuh oleh tentara dengan ditabrak subuh-subuh sampai buntung kakinya,” kata Buyung.
Gatot secara resmi menjabat sebagai Jaksa Agung selama sekitar lima bulan sampai 22 September 1959. Kemudian digantikan oleh Mr. Gunawan.