SWARANESIA.COM- Pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) seperti Baleho dan Bilboard bertujuan sebagai sarana sosialisasi. Hal ini lazim dilakukan para bakal calon legislatif ataupun kepala daerah. Makin banyak APK makin baik pula populeritas yang bersangkutan. Khususnya para calon pendatang baru yang belum dikenal publik.
Fenomena ini ditanggapi pengamat Politik Dr. Noviardi Ferzi sebagai kelaziman dalam era pemilihan langsung. Menurutnya bagi seorang petahana yang memiliki kinerja yang bagus selama menjabat, tak perlu memasang banyak baleho untuk sosialisasi, karena kerjanya telah membuktikan banyak hal, namun, jika seorang petahan memasang banyak baleho menandakan kinerja kurang baik selama menjabat.
” Sebenarnya, bagi petahana seperti Gubernur Al Haris, jika kerjanya baik tak perlu banyak memasang baleho atau bilboard, karena kerja mereka telah menjelaskan segalanya, kecuali kerja mereka dibawah ekpestasi, jadi perlu digincu dengan baleho yang banyak, ” ungkap pengamat yang dikenal kritis tersebut.
Noviardi juga menambahkan bermunculannya baliho politik petahana demi meningkatkan citra figur dilakukan dengan biaya besar di tengah warga yang kesulitan bertahan hidup adalah sebuah ironi yang memang harus dinyinyiri. Padahal, jika para petahana mau beralih ke next level personal branding atau komunikasi politik yang lebih modern, maka fenomena baliho berjejal ini tak perlu terjadi lagi.
Kritik akan hal ini pernah disampaikan mantan Wapres Jusuf Kalla yang gerah. Pada waktu itu ia meminta para calon diminta tidak lagi jualan foto dan baliho. Sebab rakyat saat ini lebih mengutamakan memilih calon yang telah berbuat banyak bagi mereka, bukan sekadar janji-janji semu.
“Sekarang aneh, banyak calon gubernur, bupati dan walikota yang jual foto dan baliho besar-besar. Padahal yang diperlukan rakyat adalah seberapa banyak dia telah berbuat untuk kesejahteraan rakyat,” ungkap Kalla waktu itu (18/10/2007) silam.