JIKA masa yang akan datang ada yang meragukan kompetisi anak muda untuk berkarya bahkan memimpin, maka salah satu di antara yang harus disalahkan adalah CEO Ruangguru Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan. Mereka sangat menyolok melakukan kesalahan, dengan segala kehebohan yang dibuat.
Betapa tidak tidak kedua pemuda yang katanya perwakilan kaum millennial itu telah mencoreng nama baik presiden Jokowi bahkan anak muda kebanyakan. Mereka diangkat dan dipercaya, alih-alih untuk bekerja dengan baik, malah mengkhianati dan memanfaatkan jabatan tersebut.
Padahal jika dilihat latarbelakang Pendidikan kedua stafsus Presiden ini sangatlah prestisius, dia adalah alumnus bergelar ganda dari Harvard University dan Stanford University. Tak sampai di situ Pada tahun 2017, ia terpilih sebagai salah satu dari 30 pengusaha muda paling berpengaruh di Asia oleh Forbes Magazine. (Wikipedia). Dan banyak lagi prestasi yang ditorehkan pemuda berusia 30 tahun ini.
Tak kalah pula dengan Andi Taufan yang bernama lengkap Andi Taufan Garuda Putra (33) adalah seorang pendiri lembaga peer to peer Lending bernama Amartha.
Profesi sebagai bisnis konsultan, ternyata dia pernah menempuh Pendidikan tinggi hingga menjadi sarjana Manajemen Bisnis Institut Teknologi Bandung. Ia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar Master of Public Adminstration dari Harvard University pada 2016.
Namun sayang apa yang terjadi pada dua putra bangsa yang jelas-jelas telah memalukan dirinya sendiri dan bahkan lembaganya yang telah didirikan hingga besar hingga saat ini.
Adamas Belva Syah Devara misalnya dia mengundurukan dari stafsus presiden karena tidak mau tenggelam dalam polemik proyek Prakerja senilai 5,6 triliun yang melibatkan perusahaan ruangguru tersebut.
Namun masalahnya adalah apakah proyek tersebut lantas ikut terhenti setelah dia berhenti menjadi stafsus? Tidak sama sekali, proyek ruangguru ini bahkan menguasai hampir 70 persen proyek kartu pra kerja dengan nilai lebih 80 miliar rupiah.
Lantas bagaimana dengan Andi Taufan? Yang menyurati lurah dengan kop surat istana negara untuk menggunakan perusahaannya yakni Amartha.
Ini berlebihan.
Hal ini tentu menjadi membuat orang akan berpikir berkali- kali untuk merekrut anak muda menjadi orang kepercayaan. Tersebab penyalahgunaan wewenang yang sebenarnya sulit dimaklumi.
Padahal petikan Soekarno yang mengatakan “beri aku Sepuluh Pemuda Maka akan ku guncang dunia,” adalah motivasi tertinggi untuk pemuda agar berkarya dan kelak menjadi pemimpin.
Lainnya adalah, ini membuat keputus asaan anak muda yang ingin berkiprah dan berkontribusi membangun negeri dengan apa yang mereka bisa dan mampu. Namun ternyata ujungnya dinilai dari proyek-proyek pembangunan pribadi, jauh dari harapan pemuda.
Janganlah prestasi dan kelebihan yang ada pada dirimu malah menjadi kamuplase untuk menutup kekuranganmu. Bersandar dari latarbelakang Pendidikan namun secara moral dan etika masih perlu dipertanyakan.
Lantas, haruskah matang dahulu baru bisa bekerja dan berkarya. Padahal saat ini kepemimpinan muda adalah harapan kebanyakan.
Sementara yang katanya matangpun belum mampu bisa bekerja maksimal. Dan lagi, ujung-ujungnya terjebak di lubang korupsi.
Kenyataan ini pedih, waha pemuda, tapi anda harapan bangsa.
Berkaryalah buat yang terbaik untuk bangsa ini. Kalau tak mampu dan ada motivasi lain, selain pengabdian maka lebih baik tolak tawaran membangun bangsa bersama pemerintah. Barangkali di luar sana ada yang lebih unggul dan professional dalam bekerja. (Andika Arnoldy)
Discussion about this post