Jambi – Koordinator Presedium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Provinsi Jambi Dr. Nuraida Fitri Habi, S.Ag, M.Ag memberi apresiasi kinerja panitia seleksi KPU Kabupaten Kota Provinsi Jambi.
Menurutnya dalam berbagai dinamika seleksi JaDI Jambi memberi catatan Positif terhadap komitmen dan kinerja Panitia Seleksi KPU Kabupaten Kota Provinsi Jambi yang telah mengakomidir 30 % keterwakilan perempuan di 10 besar calon anggota KPU di Jambi.
” Dinamika yang ketat pasti ya, namun JaDI juga memberi apresiasi pada Pansel KPU Kab Kota, salah satunya mereka membuka ruang keterwakilan perempuan sebanyak 10 orang dari 70 orang calon, angka ini cukup besar, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi, baik administrasi, psikotest dan kesehatan dalam penentuan 10 besar calon anggota KPU di 7 Kabupaten Kota di Provinsi Jambi, ” ungkap Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi (20/4) semalam.
Pengumuman 10 besar KPU Kabupaten Kota Provinsi Jambi telah dilakukan oleh panitia seleksi. Panitia Seleksi ini terbentuk berdasarkan SK KPU RI nomor 4/SDM.12-PU/04-2023 tentang tim seleksi KPU periode 2023-2028, lima orang ditetapkan sebagai Timsel KPU di Jambi. Mereka adalah, Asiyah, Buhri, Prof. Maisah, Prof Helmi dan Dr. Sucipto.
Selanjutnya ini juga menekankan Keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu menjadi penting dengan sejumlah alasan.
” Menjadi penting memastikan keterwakilan perempuan dalam komposisi penyelenggara pemilu. Setidaknya ada tiga alasan penyelenggara pemilu dari kalangan perempuan harus lebih banyak, ” ungkap mantan Anggota KPU Provinsi Jambi dua periode tersebut.
Pertama, menurutnya jumlah pemilih perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Perbandingan jumlah pemilih laki-laki sebesar 92.802.671 berbanding dengan perempuan sebanyak 92.929.422 pemilih. Pemilih perempuan ternyata lebih banyak selisih 126 ribu dibanding pemilih laki-laki. Untuk membantu hak-hak para pemilih dengan baik, penyelenggara dituntut agar mengerti kebutuhan dan kendala pemilih perempuan.
“Cara kepedulian terhadap pemilih perempuan itu mustahil terpenuhi jika penyelenggara pemilu tidak diisi perempuan secara setara dengan laki-laki,” ujar Fitri.
Kedua, UUD Tahun 1945 menjamin kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Merujuk Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”. Perempuan semestinya diberikan kesempatan yang sama dalam memperjuangkan hak kolektifnya di KPU ataupun Bawaslu.
Fitri Habi juga beralasan tak mungkin penyelenggara pemilu dari kalangan laki-laki dapat memperjuangkan hak pemilih perempuan secara baik karena tidak menjadi bagian dari kelompok kolektif yang sama. Sementara Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
“Kalau penyelenggara pemilu lebih banyak laki-laki itu mah bukan kesempatan yang sama,” imbuhnya.
Selanjutnya, Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Fitri juga juga mengingatkan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan kekhususan 30 persen perempuan dalam KPU dan Bawaslu.
Ketiga, persoalan etika penyelenggara dapat diperbaiki perempuan. Menurutnya, bila keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu hanya 1 komisioner, sama halnya mengabaikan Konstitusi dan UU 7/2017. “Terdapat 3 pasal dalam konstitusi yang mendukung penambahan jumlah perempuan di KPU dan Bawaslu. Perempuan lebih baik dalam soal etika dan penyelenggara pemilu. Ayo tingkatkan jumlah perempuan,” tandasnya.