SWARANESIA.COM,JAKARTA- Raden Said Soekanto adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pertama yang saat itu disebut Kepala Djawatan Kepolisian Negara.
Mungkin banyak yang belum mengenal dengan sosok Jenderal Polisi jujur dan sederhana ini. Lahir di Bogor, Jawa Barat pada 7 Juni 1908,
Jenderal Polisi Raden Said Soekanto telah mengabdikan diri untuk negeri selama kurang lebih 15 tahun, tepatnya sejak 29 September 1945-14 Desember 1959.
Berikut fakta-fakta tentang Jenderal Polisi Raden Said Soekanto
1. Jenderal Polisi Raden Said Soekanto selama 14 tahun menjabat Kepala Kepolisian Negara RI.
Pengalaman tentang pergumulan, baik berupa pemikiran-pemikiran maupun tindakan-tindakannya yang terkonstruksi sebagai remembered history, menjadikan kehadirannya telah membawa warna dan pengaruh yang harus diingat dan dicatat sebagai bagian dari perjalanan unik sejarah Kepolisian Negara khususnya dan sejarah bangsa Indonesia umumnya.
2. Bersama dengan Prof Djoko Sutono SH, Prof Supomo, dan Sultan Hamengkubuwono IX, Raden Said Soekanto mendirikan Akademi Polisi di Mertoyudan, hingga akhirnya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta.
Hal tersebut dilakukan guna mencetak polisi yang pandai, modern, dan tanggap pada kemajuan zaman. Selain itu, R.S Soekanto juga memperkasai pembentukan Brigade Mobil (Brimob), pasukan khusus Polri dan mendirikan pusat pendidikan Brimob di Porong, serta Satuan Polisi Perairan dan Udara.
3. Hingga pada akhirnya, Beliau wafat pada tanggal 24 Agustus 1993. Namanya diabadikan dalam nama sebuah rumah sakit di Jakarta, Rumah Sakit Polri Soekanto di Kramat Jati, Jakarta Timur.
4. Disebut pernah berurusan dengan klenik
PARA perwira tinggi Polri beberapa kali mengadakan rapat untuk menggulingkan Kapolri pertama, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang menjabat sejak 1945. Mereka juga menghadap Presiden Sukarno menyatakan sikap anti-Soekanto. Alasannya unik.
“Karena Soekanto lebih mementingkan kebatinan daripada urusan kepolisian,” kata Hoegeng Iman Santoso dalam otobiografi Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan. Dalam upaya menjatuhkan Soekanto, Hoegeng mengaku “tidak terlibat, tidak dilibatkan dan tidak melibatkan diri di dalamnya.” seperti dikutip dari historia.id
Hoegeng tidak memandang jelek kebatinan, namun dia setuju pejabat tidak efektif menjalankan tugasnya harus diganti. Dalam kasus Soekanto, dia dinilai oleh banyak perwira tinggi karena kesukaannya terhadap kebatinan. Selain kebatinan, Soekanto juga bergabung dengan gerakan Freemason bahkan diangkat menjadi Suhu Agung Loji Timur Agung pada 1959 menggantikan Soemitro Kolopaking.