Oleh : Recky Aprialmi,S.Pd.,M.Pd*
Sekilas membaca judul diatas agak ambigu, dan mengajak berpikir kritis apa hubungannya dengan Pembelajaran. Memang tidak ada hubungan, apalagi dikaitkan dengan sebuah profesi. Tapi tunggu dulu, ada persamaan dari ketiga profesi tersebut yakni sama-sama melayani manusia agar kebutuhan yang dilayani tercapai. Dokter melayani pasien dengan tujuan pasien tersebut sembuh, pelayan restoran melayani konsumen dengan tujuan konsumen puas dengan menu masakan di restoran tersebut, sedangkan guru melayani peserta didik agar tercapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pasti seorang dokter akan bertanya apa yang dikeluhkan oleh pasiennya, tidak mungkin seorang dokter langsung memberikan obat tanpa melakukan diagnosa terlebih dulu, tentu setiap pasien yang datang membawa keluhan yang berbeda. Begitu juga restoran, usaha restoran dibangun sudah pasti dengan analisa menu dan rasa apa yang cocok di sekitaran daerah restoran, pelayan restoran pun pasti bertanya kepada setiap konsumennya, rasa dan menu apa yang mereka inginkan agar mereka puas dan senang. Tentu setiap konsumen memiliki selera yang berbeda. Banyak sebenarnya profesi atau pekerjaan yang melayani masyarakat diawali dengan indentifikasi sebuah kebutuhan. Begitu juga dalam dunia pendidikan.
Dalam dunia Pendidikan tepatnya pembelajaran, proses tersebut dikenal istilah Asesmen. Asesmen bukan hal yang baru, apapun model kurikulumnya pasti ada asesmen. Tapi sering salah dalam menerapkan sehingga menjadi miskonsepsi turun temurun. Padahal asesmen adalah senjata rahasia bagi pendidik untuk menghasilkan pembelajaran yang berkualitas, berkualitas karena bermakna bagi peserta didik untuk memunculkan pola berpikir bertumbuh, harus dibiasakan sebagai soft kills dalam menghadapi masa depan. Asesmen bukanlah sekedar penilaian dan pengukuran yang dijadikan sebagai dasar hasil belajar. Berupa angka numerik dengan informasi terbatas, beban administrasi sangat padat yang diselesaikan oleh pendidik. Cara seperti ini membuat pendidik jarang bahkan tidak pernah melakukan umpan balik dan refleksi terhadap proses pembelajaran. Benar saja, dalam hasil raport Pendidikan terbaru dijelaskan umumnya pendidik baru sebatas level menunaikan tugas seorang profesi, walaupun berbagai macam strategi bahkan model pembelajaran sudah diterapkan. Namun seolah asesmen dibuat terpisah dengan proses pembelajaran terpisah, seharusnya tidaklah demikian.
Asesmen merupakan bukti pembelajaran, namun esensinya lebih luas yakni pengumpulan informasi, kemudian melakukan pengolahan informasi untuk mengetahui kebutuhan belajar. Kalau lah begini cara pandangnya, maka asesmen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Asesmen bukan hanya sebagai metode menghasilkan nilai tapi lebih kepada mengolah informasi untuk mengetahui kebutuhan, perkembangan dan pencapaian belajar peserta didik, sehingga tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Maka kesan menghakimi tentang hasil belajar peserta didik harusnya dibuang jauh-jauh, pendidik pun bisa mengukur kualitas pembelajaran yang berlangsung dengan kebiasaan merefleksi dan umpan balik. Idealnya asesmen dikembangkan bisa untuk menjelaskan posisi peserta didik dalam proses pembelajaran karena perkembangan belajar peserta didik teramati dari waktu ke waktu sehingga kemajuan hasil belajar peserta didik terpetakan dengan baik. Makanya capaian pembelajaran yang diterbitkan Kementerian dalam bentuk fase pembelajaran. Pendidik merdeka mengembangkan alur tujuan pembelajaran menjadi materi ajar. Paradigma inilah yang ditanamkan dalam kurikulum merdeka belajar. Yaitu asesmen harus kontekstual serta akuntabilitas.
Asesmen akan burfungsi dengan baik, jikalau memahami jenis asesmen dan bentuk proses asesmen. Asesmen ada 2 jenis yakni asesmen formatif dan asesmen sumatif. Dalam prosesnya ada 3 bentuk, antara lain:
1. Asesmen sebagai proses pembelajaran. asesmen ini melibatkan peserta didik secara aktif. Peserta didik dilibatkan menilai diri mereka sendiri dengan strategi self atau peer asesmen. Bersifat reflektif. Asesmen ini mendiagnosis kemampuan awal dan kebutuhan belajar peserta didik, pola ini disebut dengan entry behavior dalam konsep mastery learning. Penerapan asesmen ini memacu suasana pembelajaran yang positif dan bermakna, peserta didik selalu dilibatkan dan dihargai kemampuan awal mereka. Tidak ada lagi istilah “mengisi gelas kosong” Asesmen ini termasuk bentuk asesmen formatif.
2. Asesmen untuk proses pembelajaran. Asesmen ini bersifat umpan balik, berorientasi proses pembelajaran, peserta didik dan Pendidik sama-sama mendapatkan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran. Asesmen ini termasuk bentuk asesmen formatif.
3. Asesmen untuk akhir proses pembelajaran. Biasa dikenal asesmen sumatif yaitu evaluasi akhir proses pembelajaran, asesmen ini bertujuan melihat kekuatan dan kelemahan belajar peserta didik. Biasanya bentuk asesmen ini dilakukan di akhir pembelajaran, asesmen ini bersifat formal yang bersifat pilihan.
Dari ketiga bentuk asesmen diatas, ada yang wajib dilakukan oleh pendidik sebelum memulai proses pembelajaran, ternyata inipun juga dilakukan oleh profesi dokter dan pelayan restoran, bahkan profesi lainnya. Yaitu sama-sama mengindentifikasi, memetakan kebutuhan dalam mencapai tujuan. Dalam pembelajaran disebut asesmen diagnosis, jenis asesmen ini termasuk bentuk formatif. Kenapa pendidik wajib melakukan diagnosis. Dalam paradigma baru bahwa setiap peserta didik memiliki tingkat kematangan dan keragaman yang berbeda, artinya mereka memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga tidak bisa disamakan, disini pentingnya bagi pendidik untuk memahami keadaan tiap peserta didik. Tujuannya pendidik dapat menyusun strategi pembelajaran yang efektif, bermakna dan tepat sasaran, sesuai dengan tahapan capaian dan karakteristik peserta didik. Asesmen ini dilakukan pada tahap pra pembelajaran, bisa juga diawal materi baru. Bersifat fleksibel sesuai dengan tuntutan berpikir bertumbuh, tapi butuh konsistensi, disinilah tantangannya sebagai pendidik yang berkualitas.
Apapun itu, hasil dari asesmen yang baik akan menunjukkan pencapaian peserta didik yang beragam tergantung dari kemampuan awalnya, sehingga proses pembelajaran terus berlangsung, pendidik memperoleh kekayaan informasi terhadap setiap peserta didik untuk membawa level berikutnya, dengan tujuan mewujudkan pengalaman belajar yang bermakna, inilah yang disebut pembelajaran diferensiasi. Begitupun dokter, dokter harus memiliki semua informasi riwayat sakit pasien yang pernah datang ke kliniknya, sehingga dokter bisa mendiagnosis dengan tepat apa yang terjadi pada pasien, apa kemajuan kesembuhan penyakit pasiennya, pasien pasti senang dan puas karena dokter membuat resep obat yang tepat, hal pasti resep dokter berbeda dengan pasien lainnya. Hal ini juga sama dengan pelayan di sebuah restoran, restoran memiliki pemetaan rasa dan menu makanan yang paling banyak disukai oleh langganannya, sehingga pelanggan restoran sulit untuk berpaling ke restoran lain, karena rasa dan menu sudah cocok dengan lidah konsumen. Bagi seorang pendidik, pendidik tahu apa yang dibutuhkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya, sudah sampai dimana level pencapaian belajarnya. Kalaulah begini, berubahlah pandangan, ternyata belajar bukan sekedar persiapan menghadapi ujian, lulus tapi merasa tidak memiliki kompetensi, sebatas angka tanpa makna. Tapi belajar adalah persiapan untuk menghadapi kehidupan, mengukur hasil belajar yang komprehensif nan holistik. Asesmen tidak mesti dalam bentuk pilihan ganda, tes benar salah, soal essai atau model asesmen tradisional lainnya. Tapi bisa dikembangkan dalam bentuk portofolio, eksprimen project, pertanyaan terbuka, praktik langsung atau bisa yang lain sebagai asesmen alternatif. Akhirnya merdeka belajar tidak sebatas slogan yang digaungkan se-antero Nasional maupun sejagad dunia maya. Namun Transformasi pendidikan yang digerakkan secara bersama-sama. Semoga saja merdeka belajar benar-benar terwujud !.
*Penulis adalah Seorang Pendidik di SMA Negeri di Propinsi Jambi