SWARANESIA.COM – Kenangan itu muncul di ingatannya. Nana, sapaan akrab jurnalis Najwa Shihab, kembali teringat candaan teman-teman semasa kanak-kanaknya dulu. Onta, begitulah mereka memanggil Nana yang memang memiliki wajah dan darah Arab. Alih-alih tersinggung dengan olokan itu, putri cendekiawan muslim Quraish Shihab ini, menanggapinya biasa, malah mewajarkannya.
“Itu yang kemudian saya rasakan berbeda dengan sekarang. Dulu rasanya santai-santai saja. Dipanggil julukan apapun yang berkaitan dengan orang tua atau garis keturunan, saya merasa hal yang wajar dan biasa, tidak pernah tersinggung, karena tidak pernah dilakukan untuk tujuan menyakiti. Hanya sebatas julukan atau bercanda anak kecil saja. Jadi saya tidak pernah terganggu dengan itu,” kata Nana.
Siapapun yang melihat Nana pasti akan berpikir ia berasal dari keturunan Arab murni. Karena secara fisik Nana memang terlihat seperti kebanyakan orang-orang dari wilayah jazirah Arab, terutama bentuk wajahnya. Namun, apakah betul demikian? Historia mencoba menjawabnya.
Nana terdaftar sebagai satu dari delapan tokoh publik yang menjadi relawan dalam Proyek DNA Historia. Bersama Ariel Noah dan sutradara Riri Riza, Nana menguji komposisi DNA di dalam tubuhnya dengan menggunakan uji sampel saliva (air liur). Hasilnya sangat mengejutkan.
Komposisi DNA
Ahli genetika Herawati Sudoyo menjelaskan Nana memiliki latar belakang genetik yang menarik. Karena ada sepuluh fragments (bagian/potongan) DNA yang berasal dari sepuluh moyang berbeda dalam tubuhnya. Paling banyak dan kompleks dibandingkan relawan lainnya.
Berturut-turut dari yang paling dominan: 48.54% berasal dari Asia Selatan (Nepal, India, Bangladesh, Tamil); 26.81% dari Afrika Utara (Maroko, Algerian, Aljazair, Berbers); 6.06% dari Afrika (Mozambik); 4.19% dari Asia Timur (Tiongkok); 4.15% dari Diaspora Afrika (Afrika-Amerika); 3.48% dari Timur Tengah (Arab); 2.20% dari Eropa Selatan (Portugis); 1.91% dari Eropa Utara (Dorset); 1.43% dari Diaspora Asia (Asia-Amerika); dan 1.22% dari Diaspora Eropa (Puerto Rico).
“Jadi, yang waktu dulu manggil-manggil aku onta salah. Ternyata Middle Eastern-nya hanya tiga persen saudara-saudara,” kata Nana sambil tertawa.
Hasil tes DNA telah membuktikan bahwa darah Arab dalam diri Nana hanya 3.48%, tidak lebih dominan dari darah Asia dan Afrika yang dibawanya. Lalu, bagaimana kita menjelaskan fisik Nana yang jelas terlihat seperti orang Arab?
Jika dilihat dari garis keturunan ayah (Quraish Shihab), kata Nana, dirinya memang memiliki darah Arab secara langsung. Kakeknya, Habib Abdurrahman Shihab, adalah putra seorang juru dakwah dan tokoh pendidikan kelahiran Hadramaut, Yaman, bernama Habib Ali bin Abdurrahman Shihab yang hijarah ke Batavia.
“Habib Ali kemudian menikah dengan nenek, saya memanggilnya Jidah Salma, kemudian lahirlah Habib Abdurrahman, kemudian Abi (ayah) Quraish Shihab. Jadi, saya tahunya sampai sejauh moyang (buyut dalam istilah Jawa),” kata Nana.
Keterangan Nana itu diperkuat oleh keterangan dalam biografi ayahnya, M. Quraish Shihab: Cahaya, Cinta, dan Canda karya Mauluddin Anwar, dkk. Disebutkan bahwa Habib Ali telah tinggal di Batavia sejak tahun 1901 untuk membangun lembaga pendidikan Jamiat Khair –lembaga pendidikan modern Islam pertama di tanah air yang awalnya dikhususkan bagi para pemuda Arab– bersama warga keturunan Arab lainnya.
Tak hanya dari garis keturunan ayah, darah Arab juga terbentuk dari garis keturunan ibu. Menurut Nana, kakeknya, Habib Ali Asegaf merupakan putra seorang pedagang besar yang juga lahir di Hadramaut. Ia bersama pedagang-pedagang Arab lainnya hijrah dan menetap di Nusantara.
Dalam catatan sejarah bangsa ini, keberadaan kaum Hadrami (orang-orang yang berasal dari Hadramaut) telah terekam jauh sebelum Habib Ali tiba di Nusantara. Sebagian besar keturunan Arab yang menetap di Indonesia berasal dari wilayah Hadramaut.
Menurut Hikmawan Saefullah, dosen Hubungan Intenasional Universitas Padjadjaran Bandung yang lama meneliti Arab Hadramaut di Indonesia, pada pertengahan abad ke-8 dan ke-9, rezim Ummayah dan Abbasiyah menjadikan kalangan sayyid target pembunuhan karena ditakutkan menjadi ancaman politik. Karena terus dikejar dan diintimidasi, mereka akhirnya memilih melarikan diri ke luar Yaman, seperti Afrika, Hijaz, Persia, dan India.
“Di antara yang melarikan diri ini, ada yang kabur ke wilayah Arabia Selatan, kemudian meneruskan perjalanannya melalui laut hingga ke wilayah Nusantara,” kata Hikmawan, yang juga seorang keturunan Arab Hadramaut, kepada Historia.
Linda Boxberger dalam On the Edge of Empire: Hadhramawt, Emigration, and the Indian Ocean 1880s-1930s menjelaskan bahwa orang-orang Hadrami yang bermigrasi ke Afrika Timur dan India relatif lebih mudah kembali ke tanah airnya ketimbang mereka yang bermigrasi ke daerah yang lebih jauh, seperti Nusantara. Pasalnya, kegiatan pelayaran sebelum adanya kapal uap sangat sulit dan memakan waktu, terutama ketika di tengah perjalanan mereka harus berhenti untuk menunggu angin muson berembus.
“Bahkan setelah perjalanan dengan kapal uap lebih mudah, karena alasan keluarga atau bisnis, mereka jarang pulang akibat biaya dan lamanya perjalanan,” tulis Linda.
Karenanya, banyak orang Hadrami yang menetap permanen di Nusantara.
Di Tengah Keberagaman
Setelah melihat hasil tes DNA-nya, Nana sebenarnya tidak terlalu terkejut. Sebelumnya, ia sudah menduga dari mana saja leluhurnya berasal. Seperti gen Asia Selatan, yang baginya wajar karena moyangnya merupakan seorang pedagang besar sehingga sebelum mencapai Nusantara sudah pasti melakukan kontak dengan orang-orang di Gujarat, India.
Begitu juga dengan gen Afrika Utara di tubuhnya. Bagi Nana yang pernah tinggal di Mesir, meski tidak ada kaitannya dengan komposisi gen di tubuhnya, wilayah Afrika Utara telah dekat secara emosional dengannya.
Satu-satunya yang membuat Nana terkejut adalah persentase gen Arab yang ia miliki hanya 3.4%. Sangat jauh dari dugaan yang selama ini ia atau orang-orang di sekitarnya yakini. Selain itu, gen Puerto Rico juga cukup menarik perhatiannya. Meski tidak tahu mengapa bisa leluhurnya berada di sana, Nana merasa senang karena beragam gen mengalir di dalam dirinya. “Selalu menyenangkan untuk tahu lebih banyak tentang diri sendiri terutama asal-usul kita,” kata Nana.
Nana menyadari keberagaman suku di Indonesia merupakan sebuah nilai yang sangat besar. Menurutnya sangat menarik bisa menggambarkan kekayaan Bhineka Tunggal Ika itu lewat tes DNA. Nana berharap kita bisa menunjukkan betapa kayanya negeri ini dari segi perbedaan.
“Di tengah begitu banyak perbedaan yang ada di dalam diri kita masing-masing, sesungguhnya ini juga menguatkan bahwa satu hal yang menjadikan kita Indonesia adalah niat bersama untuk menjadikan ini rumah bagi semua. Jadi, dari mana pun kita berasal, dari berapa banyak pun silsilah yang mengalir di darah kita, Indonesia adalah rumah bersama dan Merah Putih jadi tujuan kita sama-sama. Terima kasih Proyek DNA,” tutup Nana.