Saturday, July 12, 2025

Desakan Mundur Wapres Gibran Semakin Menguat

fb img 1745879109947

SWARANESIA.COM- Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka didesak mundur dari jabatannya sebagai Wakil Presiden oleh para purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Desakan datang bukan dari segelintir suara, tetapi dari gerakan besar yang disebut-sebut telah mengumpulkan lebih dari 300 purnawirawan TNI lintas matra, yang menuntut pemakzulan Gibran secara resmi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Puncak dari desakan itu diketahui terjadi pada Kamis, 17 April 2025 lalu, ketika Forum Purnawirawan Prajurit TNI menggelar pertemuan besar di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sejumlah purnawirawan TNI yang tergabung dalam Forum tersebut kemudian membuat delapan tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini.

Dari delapan tuntutan tersebut, salah satunya para purnawirawan TNI mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR. Pertimbangan ini dilakukan karena keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Surat itu ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Bahkan yang mengejutkan, Wakil Presiden ke-6 RI Jenderal TNI (Purn), Try Sutrisno, disebut sebagai salah satu tokoh sentral yang turut memberi restu terhadap wacana pergantian Gibran. Terlebih surat tersebut diketahui langsung oleh Try Sutrisno dan tertanda tangan oleh Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

Pengamat Militer dan Politik UNAS, Selamat Ginting, mengaku menjadi salah satu yang sempat menanyakan langsung kepada Try Sutrisno mengenai kabar Gibran dalam momen silaturahmi di kediaman wakil presiden ke-6 tersebut, pada 9 April 2025. Lalu mantan Panglima TNI ini menjawab bahwa banyak yang punya pemikiran sama dengannya soal Gibran ini.

“Saya lebih banyak berinisiatif bertanya karena memang saya rutin kalau hari-hari besar nasional mengunjungi sesepuh bangsa. Kemudian, [saya tanya] apakah selain Pak Try itu banyak juga para purnawirawan TNI yang punya pemikiran sama [soal Gibran]? Banyak,” kata Selamat menirukan jawaban Try saat itu dikutip dari kanal Youtube Hersubeno Point, Jumat (25/4/2025).

Menurut Try, ada purnawirawan yang sangat berani mengenai pencopotan Gibran, tapi ada juga yang kurang berani. Meski begitu, kata Selamat, Try menghormati semua keputusan tersebut. “Tapi saya hormati sikap-sikap itu,” kata Selamat lagi menirukan ucapan Try saat itu.

Satu hal yang membuat Selamat terkejut ketika Try bicara soal posisi Wapres yang dipegang oleh Gibran Rakabuming Raka. Try menilai bahwa posisi Gibran saat ini menjadi perhatian serius dan terkesan memaksakan.

“Tapi untuk Gibran itu menurut saya tidak habis pikir. Dan saya menyayangkan ada orang seperti Pak Jokowi tanpa berpikiran luas kenapa kemudian memaksakan sang anak? Dan kita harus menanggung akibatnya,” ucap Selamat menirukan ucapan Try.

Pengajar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah, melihat desakan Gibran mundur dari para purnawirawan TNI akibat luka masa lalu. Karena bagaimanapun peristiwa masa lalu, termasuk dalam urusan pencalonan Gibran yang dianggap bermasalah secara etik, pasti akan menjadi hal yang akan terus dipersoalkan sampai kapanpun.

“Itulah kenapa kemudian dalam penentuan pejabat-pejabat negara yang terutama sifatnya berasal dari proses pemilihan atau official elected, selalu penting menentukan mengenai track record atau rekam jejak atau dengan cara-cara yang memang betul-betul patut, tidak cacat etik atau moralitas,” jelas pria yang akrab disapa Castro kepada Tirto, Jumat (25/4/2025).

Castro mengatakan, jika kemudian para purnawirawan ini menuntut Gibran mundur, maka tidak bisa dilepaskan dari sejarah atau rekam jejak ketika putra sulung Jokowi itu dicalonkan. Apalagi pencalonannya menggunakan lembaga peradilan untuk melegitimasi persyaratan dalam proses pencalonan dulu.

“Jadi cacat etik itu memang mengandung resiko gitu ya. Itulah kenapa pejabat negara tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang tidak hanya melanggar hukum tetapi juga melanggar etika. Karena kapan dia sekali melanggar etika, maka akan menjadi catatan dan seumur hidup ya, dia akan dijadikan sebagai parameter,” ungkap Castro.
Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menambahkan memang ada keganjilan dengan proses Gibran masuk kontestasi Pilpres yang bisa jadi membuat para purnawirawan itu mendesak wakil presiden mundur. Sebab, publik semua tahu ketua MK yang memutuskan perkara usia Cawapres, telah diputus bersalah hingga mendapat sanksi pemecatan dari posisi ketua MK.

Kedua, kata Dedi, sangat mungkin juga para purnawirawan merasa risih dengan aktivitas Jokowi yang masih intens bertemu dan juga beracara dengan pejabat tinggi negara, hingga penegak hukum kepolisian. Sehingga, mengganggu wibawa Presiden Prabowo Subianto di mana presiden adalah militer, bagian dari purnawirawan dan bisa jadi muncul ekspresi jiwa korsa.

“Meskipun, mendekati mustahil bisa memakzulkan Wapres Gibran dengan sistem politik kita saat ini, kecuali ada tuduhan pelanggaran UU oleh Gibran,” jelas dia kepada Tirto, Jumat (25/4/2025).

Prabowo-Girban

Pasangan Prabowo-Gibran duduk berdampingan.
Menurut Dedi, putusan MK merupakan pelanggaran yang dilakukan murni oleh ketua MK saat itu, sehingga sanksi hanya diberikan kepada yang bersangkutan. Sementara itu, hasil putusannya tetap sah, termasuk pencalonan Gibran sebagai wakil presiden. Dedi juga menambahkan bahwa, sistem pilpres yang kita gunakan adalah sistem pasangan calon (paket). Artinya, jika Gibran dimakzulkan karena tidak memenuhi syarat, seharusnya seluruh pasangan batal, termasuk Prabowo sebagai presiden.

“Itulah mengapa desakan memakzulkan atau memecat Gibran mendekati mustahil,” pungkas dia.

Di sisi lain, Casro malah mempertanyakan kepentingan purnawirawan TNI mendesak Gibran mundur. Sebab, menurutnya purnawirawan kalau di dalam politik itu mesti juga diberikan semacam masa cooling down. Seperti di luar negeri misalnya, masa cooling down bisa ditafsirkan sejak dia purnawirawan dan harus ada masa jeda lima tahun untuk berasimilasi dengan masyarakat. Sehingga, mentalitas militernya juga bisa dilepaskan dari situ.

“Betul bahwa setiap orang negara-negara punya hak untuk berpolitik, termasuk menyampaikan pendapat itu dijamin dalam undang-undang,” katanya.

Akan tetapi konsolidasi para purnawirawannya ini, menurutnya, juga sebagai pertanda bahwa kekuatan militer bisa dikonsolidasikan ulang. Salah satunya melalui solidaritas dan perkumpulan dari para purnawirawan yang tujuannya untuk menghidupkan lagi bagaimana peran-peran militer di dalam nasib dan politik.

“Itu yang saya tidak sepakati sebenarnya. Makanya saya bilang tadi harus ada semacam masa cooling down agar karakteristik militerisme itu mesti dilepaskan sebelum dia diberikan hak politiknya secara penuh,” jelas dia.

Bagaimana Respons Istana?

Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, mengatakan sejatinya Presiden Prabowo Subianto mencermati dan menghargai pernyataan sikap para purnawirawan TNI. Namun demikian, Wiranto menekankan presiden kendati memiliki jabatan sebagai Panglima Tertinggi TNI, juga memiliki keterbatasan.

“Presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu. Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian. Tentu punya sikap moral yang sama dengan jiwa Sapta Marga dan Sumpah Prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu,” kata Wiranto di Istana Negara, Kamis (24/4/2025).
Meski demikian, Wiranto menyebutkan Prabowo tidak dapat memberikan respons atas usulan tersebut. Pasalnya, Prabowo disebut perlu mempelajari isi setiap poin yang diajukan karena isu-isu yang disampaikan bersifat fundamental, termasuk usulan meminta Gibran mundur dari Wakil Presiden.

Menurut Wiranto, kewenangan Prabowo berada dalam kerangka sistem ketatanegaraan yang menganut prinsip pemisahan kekuasaan. Oleh karena itu, usulan yang berada di luar domain eksekutif tidak akan ditanggapi secara langsung.

“Dalam negara yang kita menganut trias politica, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tidak bisa saling mencampuri di situ. Maka usulan-usulan yang bukan bidangnya Presiden, bukan domain Presiden, tentu Presiden tidak akan menjawab atau merespons itu,” tegas Wiranto.

Oleh karena itu, Wiranto menyampaikan pesan agar masyarakat tidak terpancing dalam polemik yang berkembang di media sosial terkait usulan Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut. “Perbedaan itu jangan sampai mengeruhkan suasana pada saat kita sedang menghadapi banyak-banyak tantangan. Saya kira itu pesan Presiden,” pungkas dia.

Bagikan berita

Berita Terkait

Komentar

Popular post

Official Account