SWARANESIA.COM, Jakarta – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo kemarin untuk pertama kalinya menyambangi kantor Badan Pusat Statistik (BPS) di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Dalam kunjungan pertamanya ini, Syahrul membahas data lahan baku sawah bersama dengan Kepala BPS Suhariyanto. Usai bertemu dengan Suhariyanto, Syahrul menegaskan bahwa seluruh data pangan di Indonesia harus berdasarkan satu sumber yakni BPS.
“Pertanian dan BPS tidak boleh berbeda sedikit pun. Bahkan harus saling menunjang untuk menemukan data yang akurat. Karena hanya dengan akurasi data yang baik, maka semua kegiatan dan program bisa berjalan dengan baik,” tegas Syahrul di kantor pusat BPS, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Ia menegaskan, sumber data pangan nasional hanyalah data BPS.
“Intinya pertanian akan ikut BPS. Karena memang begitulah seharusnya BPS itu harus menjadi pusat data nasional kita,” tegas Syahrul Limpo.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penyempurnaan data pangan akan dilakukan melalui kerja sama dengan sejumlah kementerian/lembaga yakni Kementan, Kementerian ATR/BPN, BPS, Badan Informasi dan Geospasial (BIG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Suhariyanto mengungkapkan, data lahan baku sawah yang disahkan oleh Wakil Presiden periode 2014-2019 Jusuf Kalla (JK) pada Oktober 2018 lalu memang hanya mencakup data 16 provinsi. Sehingga, masih perlu banyak penyempurnaan.
Perlu diketahui, pada tahun 2018 BPS mendapatkan data bahwa luas lahan baku sawah sebesar 7.105.145 hektare (Ha). Angka itu turun dibanding data luas lahan baku sawah sebelumnya di 2013 seluas 7.750.999 Ha.
“Sebetulnya pas kita rilis di Pak JK, Oktober 2018 kemarin ada catatannya bahwa luas lahan baku sawah yg dari 7,7 juta Ha ke 7,1 juta itu yang dicek baru 16 provinsi. Dan pada waktu itu ada catatan akan disempurnakan. Dan ini yang akan kita sempurnakan,” terang Suhariyanto.
Menyetujui kata Mentan Syahrul Limpo, BPS bersama lima K/L lainnya akan menyempurnakan data lahan baku sawah ke 34 provinsi. Dalam kesempatan tersebut, Syahrul memastikan akan menyempurnakan data lahan baku sawah ke 34 provinsi.
“Pasti, pasti (ke 34 provinsi. Kalau kita sudah duduk seperti ini, itu insyaallah satu data, dan itu pasti data BPS,” tegas Syahrul.
Kemudian, Suhariyanto menjelaskan, adanya ketidaksamaan data antara BPS dengan Kementan sebelumnya, itu dasarnya ada pada luas lahan baku sawah. Sehingga, kuncinya dalam hal ini ada di Kementerian ATR/BPN yang memetakan lahan baku sawah di Indonesia.
“Kuncinya ada di luas bahan baku sawah, yang akan dikeluarkan oleh Menteri ATR,” ujar Suhariyanto.
Mentan Syahrul Yasin Limpo telah menemui Kepala BPS Suhariyanto. Pertemuannya dengN Suhariyanto untuk pertama kali tersebut bertujuan untuk menyatukan data lahan baku sawah di Indonesia. Sehingga, baik data lahan baku sawah maupun keseluruhan data pangan hanya berdasarkan satu sumber, yakni BPS.
Usai menyambangi BPS, Syahrul juga akan menemui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil besok, tepatnya Kamis, 31 Oktober 2019. Pertemuannya ini direncanakan untuk membahas penyempurnaan data luas lahan baku sawah di Indonesia.
Syahrul mengungkapkan, pertemuannya lusa nanti bertujuan untuk menyatukan pemahaman dalam memberi definisi lahan baku sawah. Menurut pihaknya sendiri, lahan tetap harus dicatat sebagai sawah meski sudah tak lagi menanam padi.
“Saya hari Kamis, lusa ya, akan ketemu dengan Menteri ATR. Saya akan datangi Menteri ATR untuk duduk sama-sama, lebih banyak mungkin definisi yang mereka pakai seperti apa melihat lahan baku sawah, dan seperti apa Kementan dan staf pertanian punya definisi untuk mengukur lahan pertanian yang ada, khususnya sawah itu,” terang Syahrul usai menemui Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Menurutnya, teknologi yang digunakan dalam pemetaan lahan baku sawah di Indonesia memiliki beberapa kekeliruan sehingga harus disempurnakan.
“Nah kalau ini sudah kita temukan, seperti tadi contohnya di kita walaupun tanamannya sudah tidak padi, sudah tembakau, itu tidak boleh dicatat sebagai bukan sawah. Demikian pencitraan-pencitraan satelit yang ada. Lahan baku harus kita gunakan sebagai lahan baku sawah. Bisa saja nanti di kemudian hari itu akan kembali sebagai sawah padi. Kalau kita hilangkan sekarang yang bersoal nanti para petani itu. Pasti ada bias, oleh karena itu kalau ada margin error 1-2% kita selesaikan di lapangan,” jelas dia.
Mentan Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa data pangan Indonesia hanya berdasarkan satu sumber, yakni BPS.
Lantas, bagaimana dengan data lahan baku sawah yang disahkan BPS beserta lima kementerian/lembaga sebelumnya disebut Mantan Menteri Pertanian (Mentan) periode 2014-2019, Andi Amran Sulaiman sebagai data mafia?
Menjawab hal itu, Syahrul menyatakan pihaknya dengan BPS tak lagi membahas hal tersebut.
“Kita sudah nggak bahas yang seperti itu. Yang kita bahas akurasinya seperti apa. Sehingga perencanaan ke depan bisa tepat,” tegas Syahrul usai menemui Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Menurut Syahrul, dalam pengumpulan data yang dilakukan dengan teknologi citra satelit, kemungkinan besar ada kekeliruan. Untuk itu, kini pihaknya akan menyelesaikan perbedaan-perbedaan data dengan BPS dan juga empat K/L lain, yakni Kementerian ATR/BPN, Badan Informasi dan Geospasial (BIG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
“Pasti ada bias, oleh karena itu kalau ada margin errornya 1-2% kita selesaikan di lapangan. Sekarang dengan teknologi pencitraan satelit juga memberikan gambaran. Sehingga daerah-daerah merah itu saja yang kita lihat. Dan dengan teknologi kan bisa kebaca,” papar Syahrul.
Ia menegaskan, mulai saat ini pihaknya akan mengambil sumber data pangan dari satu sumber, yakni BPS.
Sebagai informasi, pada tahun 2018 BPS mendapatkan data bahwa luas lahan baku sawah sebesar 7,1 juta hektare (Ha). Angka itu turun dibanding data luas lahan baku sawah sebelumnya di 2013 seluas 7,7 juta Ha. Menurut Amran, data lahan baku sawah yang disahkan pada tahun 2018 itu 92% salah. Bahkan, ia mengatakan angka tersebut merupakan data mafia.
“Kemarin data yang diambil BPS, BIG, dan BPN, yang disahkan empat lembaga itu, dan setelah di-crosscheck tim lembaga ternyata 92% sampel yang diambil salah. Memang selalu ada dua data yang muncul, satu data pertanian, satu data mafia. Aku katakan apa adanya, ungkap Amran dalam upacara serah terima jabatan (sertijab) Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2024, di kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Jumat (25/10/2019).