Oleh : Recky Aprialmi,S.Pd.,M.Pd *
Sudah dua bulan lebih, masyarakat global berjuang menghadapi pendemi Covid-19. Kapan berakhirnya tidak ada satupun yang tahu, Bahkan WHO yang membidangi kesehatan dunia satu suara bahwa pendemi bisa berakhir tapi pelan sebelum ditemukan vaksin, namun Covid-19 tetap ada di muka bumi. Hal ini tidak pernah terbayangkan bagi kita semua. Ulah virus kecil merubah semua tatanan hidup manusia di dunia, bahkan bukan tatanan hidup lagi, tapi mindset cara berpikir manusia dalam menghadapi pendemi Covid-19. Semua dimensi kehidupan manusia berubah, kebijakan pun berubah total. Perubahan dimensi kehidupan tidak bisa dielakkan oleh setiap manusia dalam menghadapi pendemi covid-19. Semua harus mengikuti Protokol kesehatan, inilah yang disebut dengan tatanan baru dalam kehidupan yang disebut New Normal Life.
Dunia pendidikan juga terkena dampaknya. Kenapa tidak, menurut UNESCO lebih 91% populasi siswa terkena dampak penutupan sekolah. PPJ atau BDR yang digaungkan pemerintah selama pendemi banyak memunculkan masalah seperti, beban psikologi siswa, data FAN menunjukkan lebih 50% siswa tidak menyukai PPJ, bahkan 79,% menurut KPAI siswa dan guru kebingungan dalam penerapan PPJ terkait dengan interaksi antar siswa dengan guru. Sedangkan untuk guru lebih dari 70 % pelaksanaan PPJ tidak optimal, karena gagap dengan teknologi. Namun berita baiknya adalah KPAI mencatat hanya 6 % guru yang merasa terbebani dengan PPJ, Sisa nya merasa antusias dan semangat dalam PPJ karena mereka beraklerasi cepat untuk belajar dalam menggunakan teknologi, walaupun hanya 8 % guru yang melaksanakan daring secara terus menerus. Bahkan Covid19 ini seolah-olah membongkar bahwa akses pendidikan tidak merata seluruh indonesia, hal ini terkait dengan sarana dan prasarana, Semua ini diakui oleh Menteri Pendidikan ketika melakukan Webinar secara virtual dalam rangka memperingati Hardiknas 2020 dan ini merupakan PR terbesar Pemerintah.
New Normal Life telah mengubah cara pandang pembelajaran di dunia pendidikan. Walaupun kita tidak bisa mengabaikan perdebatan hebat para pengambil kebijakan tentang kapan proses pembelajaran di sekolah pada masa pendemi Covid-19 dimulai. Tapi semua tidak bisa hanya diam dan pasrah menyerah dengan keadaan, semua elemen harus bergerak aktif dan berkolaborasi menemukan solusi apa yang harus dilakukan. New Normal Life tidak bisa hanya sebatas teori tapi harus dilakukan dengan kaedah ilmiah dilapangan. Begitu juga pendidikan, para pengambil kebijakan juga harus memutuskan sesuatu yang bisa menyelamatkan jiwa pelaku pendidikan (Guru, dosen, dan siswa) karena hal ini terkait masa depan generasi bangsa.
Untuk menghadapi New Normal Life dalam Pendidikan, Kementerian Pendidikan sudah mengeluarkan panduan Pembelajaran Jarak Jauh yang tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020. Hal terpenting dalam panduan tersebut adalah bagaimana peran penting guru dalam mengembangkan pola pembelajaran Jarak Jauh kepada peserta didik, artinya tetap melibatkan siswa, pembelajaran yang bermakna, berkolaborasi dengan orang tua,siswa,kepala sekolah dan guru, lebih bersifat kualitatif dan tidak membahayakan satu sama lain. Dalam implementasinya membutuhkan kreatifitas dan inovasi selama pendemi. Kalau lah kita cermat dan teliti panduan tersebut ada benang merah yang bisa kita simpulkan terkait pembelajaran jarak jauh yaitu bisa Daring (dalam jaringan atau online), bisa Luring (luar jaringan atau offline). Bagaimana pola nya, maka Model Blended Learning, Flipped Classroom serta menggunakan e-modul bisa menjadi solusi terbaik, walaupun belum tentu ideal bagi guru lain. Apapun itu pola pembelajaran yang diterapkan di New Normal Life wajib memegang prinsip tidak membahayakan dan realistis pada pola A-S-B yakni Apa (Isi dan Konten), Siapa (Profil belajar,kebutuhan saat ini), Bagaimana (Desain dan Implementasi Pembelajaran). Maka disinilah merdeka belajar itu diterapkan.
Blended Learning dan Flipped Classroom
Daring ataupun Luring, bahkan beberapa pakar pendidikan mengusulkan bahwa selama pendemi Covid19, jika proses pembelajaran dibuka maka waktu belajar di kelas dipangkas menjadi lebih pendek, maksimal 4 jam tatap muka tanpa jam istirahat dan sisa nya bisa dilakukan secara daring (online) dengan berbagai platform digital yang dikuasai oleh guru atau fasilitas yang dimiliki sekolah. Kalau ini diberlakukan maka Pendekatan Blended Learning bisa menjadi solusi. Blended Learning salah satu pendekatan pembelajaran modern saat ini. Blended Learning artinya campuran, menggabungkan model daring dan luring (luar jaringan-tatap muka) dengan pusat pembelajaran adalah peserta didik (Synchronous dan Ansynchronous). Daring maka guru dan siswa melakukan pembelajaran online namun tidak berlangsung secara terus menerus, moda daring bisa dilakukan secara mobile atapun non mobile dengan membentuk group belajar maupun pribadi, semua bisa dilakukan dengan tools digital yang dikuasai guru dan disenangi siswa, misalnya, group auto whatsapp, memanfaatkan kelas maya rumah belajar, lms e-learning sekolah atau sejenisnya, blog guru atau website, komunikasi virtual (webinar). Secara luring bisa dilakukan tatap muka dengan membentuk kelompok kecil, guru bisa melakukan pendampingan belajar. tatap muka dimanfaatkan untuk pendalaman materi, diskusi dengan siswa dengan menerapkan model pembelajaran tertentu. Semua tetap dalam protokol kesehatan. Intinya dari pendekatan Blended Learning adalah mengkombinasikan dua jenis lingkungan belajar yaitu pembelajaran di kelas (face to face) dan online. Pendekatan ini bisa dilakukan terpisah dengan membentuk kelompok-kelompok belajar skala kecil sehingga meminimalisir berkumpulnya siswa di satu tempat.
Pendekatan Flipped Classroom tidak jauh berbeda dengan Blended Learning, Pakar teknologi pendidikan Flipped Classroom masuk dalam kategori Blended Learning karena sama-sama menggunakan berbagai macam jenis teknologi, bisa daring dan luring. Flipped Classroom disebut pendekatan pembelajaran terbalik, artinya dari modern (digital) ke konvensional (tatap muka biasa), Pendekatan ini membutuhkan skill guru dalam membuat dan mengemas video pembelajaran yang bersifat discovery learning, Pbj Learning, Problem Based Learning. Maka siswa akan belajar secara mandiri secara luring dirumah tentang materi yang dipelajari, kemudian di diskusikan secara mendalam dengan tatap muka (di kelas). Model bisa dilakukan dalam bentuk kelompok kecil sehingga mendukung siswa untuk tidak berkumpul disuatu tempat.
E-Modul
Modul berbeda dengan buku, modul merupakan bahan ajar dalam bentuk cetak yang disusun secara sistematis kedalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dengan kemajuan teknologi maka bahan cetak bisa dibuat dengan fleksibel tanpa membutuhkan biaya yang banyak. Modul saat ini dapat bertranformasi secara elektronik, maka disebutlah dengan E-Modul yaitu modul yang dibentuk dalam bentuk Digital, sehingga bisa dibawa kemana-mana, bisa dibaca dan belajar dimana saja tanpa membutuhkan ruang khusus. Berbagai macam kecanggihan digital, E-modul bisa disimpan dan dibaca dalam storage komunikasi elektronik (smartphone). Kalau modul dalam bentuk cetak hanya bisa menyisipkan gambar dan grafik, maka E-modul bisa disisipkan Audio, video animasi atau pembelajaran yang menjelaskan sesuatu masalah secara nyata, sehingga dapat memperkaya pengalaman belajar siswa, E-modul juga bisa dilengkapi dengan evaluasi mandiri. Penggunaan E-modul bisa digunakan untuk pembelajaran secara luring (diluar jaringan), siswa tidak mesti bertatap muka, guru tinggal mengshare link tertentu kepada siswa, maka siswa bisa menyimpanya secara otomatis di gawai siswa, mereka tinggal belajar secara mandiri mengikuti instruksi pembelajaran yang dibuat oleh guru, mereka bisa melakukan refleksi pembelajaran serta bisa diskusi lebih dalam ketika bertemu secara terbatas. Penerapanan E-modul tidak membutuhkan koneksi internet.
Tiga pola pembelajaran tersebut, merupakan pola pembelajaran yang efektif dan terbaik saat ini, walaupun banyak kemungkinan pembelajaran yang lain lebih baik. Namun yang pasti New Normal Life menuntut para pendidik dan siswa untuk adaptif dalam menerima keadaan yang dihadapi. Era pendemi jangan hanya dilihat dari sudut pandang yang selalu membahayakan tapi masih bisa kita lihat ke depan dari sudut pandang positif yaitu menuntut untuk berakselerasi dengan cepat terhadap perubahan keadaan, tidak bisa tidak cara pandang pola belajar lama harus bergeser kearah yang lebih luas, lebih efektif dan berbasis kecakapan hidup (Life Skills). Teknologi hanyalah alat, komitmen, kreativitas dan kepedulian guru yang akan menunjukkan perbedaan dalam pengalaman belajar jarak jauh bagi siswa. Inilah yang disebut dengan Transformasi pembelajaran dan transformasi teknologi dalam pembelajaran, bahwa peran guru tidak tergantikan dengan teknologi tapi guru yang tidak akrab dengan teknologi, akan mudah tergantikan, sesuai pesan Ketua Umum PGRI dalam Hardiknas tahun 2020. Sekarang tinggal tugas pemangku kepentingan untuk berusaha melengkapi semua sarana dan prasarana, sehingga akses pendidikan merata di seluruh penjuru Negeri tercinta ini. (Seorang Pendidik di Sekolah Menengah Atas Propinsi Jambi)