SWARANESIA.COM- Dalam skema dan strukturnya, APBD Provinsi Jambi mengalami masalah berupa makin sempitnya ruang Fiskal daerah. Bahkan di Periode Gubernur Haris Provinsi Jambi mencetak hattrick defisit APBD selama 3 tahun berturut-turut. Pada tahun 2022 APBD Provinsi Jambi mengalami realisasi defisit sebesar Rp 67,1 milyar, tahun 2023 mengalami lonjakan luar biasa menjadi Rp 551,99 milyar. Pada APBD 2024 tercantum defisit sebesar Rp 354 milyar.
Kondisi defisit ini sesungguhnya sudah diprediksi diawal pembahasan anggaran dari tahun 2022, 2023 dan 2024 lalu, dimana ketika itu Pemprov Jambi relatif hanya mengandalkan Silpa anggaran dari tahun sebelumnya. Tanpa upaya lebih meminta bantuan anggaran dari pemerintah pusat atau mengintensipkan penerimaan asli daerah. Jikapun ada usaha paling mengharuskan OPD melakukan penghematan anggaran serta pemangkasan sejumlah program pemerintah.
“ Masalah Provinsi Jambi inikan baru terjadi di era Gubernur Haris, ketika Pemprov kehilangan ruang fiskal yang besar. Akarnya kebutuhan lebih banyak dari pendapatan, anggaran pendapatan kan hitungan PAD (Pendapatan Asli Daerah) plus dana perimbangan, ternyata masih kurang juga,” ungkap Dr. Noviardi Ferzi salah seorang pengamat (2/9) kemarin.
Merespon adanya defisit anggaran yang terjadi pada APBD Provinsi Jambi, pengamat yang dikenal kritis ini bisa dibilang gagal melakukan prioritas belanja, pemprov Jambi boros, konsumtif, tapi tidak pintar mencari pendapatan tambahan agar surplus anggaran tercapai dan tentunya rakyat akan lebih makmur.
“ Pemprov Jambi bisa dikatakan Nafsu Besar Tenaga Kurang, Belanja Besar Pendapatan Kurang. Defisit sebesar Rp 500 Miliar lebih, lalu setelah dilakukan pemangkasan belanja pada OPD tinggal 65 miliar lebih. Ketika belanja OPD dipangkas tentu ada target capaian yang berkurang, jadi tak sekedar mengelola tambal sana kurang sini, untuk menutupi defisit yang menjadi Pembiayaan Daerah,” ungkapnya.
Ditambahkan pula olehnya, selain tidak mampu menggali potensi pendapatan tambahan lain, dana Corporate Social Responsibility (CSR) termasuk potensi dari hak pengelolaan migas (Participating Interest) yang harusnya bisa dimaksimalkan menjadi pendapatan daerah untuk digunakan menutupi pembiayaan daerah, masih belum transparan dan dikelola secara baik serta belum jelas efek hasil atau manfaatnya.
“Pengelolaan dana CSR masih dikelola secara tertutup bahkan tidak jelas darimana, berapa jumlahnya, dan diarahkan kemana penggunaannya. Mudah-mudahan Provinsi Jambi tidak menjadi bangkrut diakhir kepemimpinan Haris Sani sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, ” tandasnya.