SWARANESIA.COM, Jakarta – Mantan Wakil Ketua DPD RI Fahira Hamzah menanggapi langkah Presiden Jokowi mengangkat tujuh staf khusus yang sebagai besar pelaku industri digital dan anak kota. Menurut Fahri, persoalan bangsa ini justru di sektor riil. Sedang industri digital bisa membawa Indonesia ke bangsa konsumen.
“Tapi, memang sayangnya semua ini adalah wajah “digital”, sementara digital itu menurut saya bukanlah persoalan dasar bangsa Indonesia. Mengapa? Karena persoalan dasar bangsa ini adalah sektor real, apa yang kita makan, produksi sendiri, pakaian dan apa yang kita tanam,” ujar Fahri Hamzah, Jumat (22/11/2019) di Jakarta.
Fahri mengingatkan pertumbuhan teknologi digital, tidak menjamin surplusnya sektor produksi, malah justru bisa membuat bangsa ini sebagai bangsa konsumen. Karena, menurut Fahri, industri digital bisa menjadi alat bagi produk-produk asing untuk secara masif datang ke Indonesia dan mematikan semangat rakyat untuk menjadi produsen di negeri sendiri. Akibatnya pertanian mundur, perternakan, kelautan, perkebunan negeri ini bisa akan mundur.
“Yang seperti itu lah presiden harus memikirkan bahwa anak-anak muda ini bisa menjadi etalase bagi industri digital, tapi harus ada anak-anak muda yang didorong menjadi petani, enterpreneur disektor manufaktur, atau industri yang riil, sehingga betul-betul kalau anak-anak muda seperti itu di maksudkan sebagai etalase anak muda, maka etalasenya pun harus lengkap tidak pincang,” tegas Fahri yang baru mendirikan Partai Gelora ini.
Fahri juga mengingatkan bahwa pekerjaan menjadi staf khusus presiden bukan pekerjaan yang mentolerir kapasitas tidak memadai. Namun harus betul-betul orang-orang yang bisa memberikan keahlian dan tenaganya, serta talentanya untuk membantu presiden.
“Karena sekali lagi, sejarah pengangkatan staf khusus itu memang harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kapasitas, meskipun dia politik. Memang itu merupakan hak prerogatif presiden, tapi perlu diingat bahwa pekerjaan (staf khusus) itu pekerjaan yang cukup berat. Atau mungkin presiden tidak punya teriminologi lain yang digunakan untuk memilih orang, sehingga cenderung menggunakan terminologi staf khusus, maka mungkin juga fungsinya di buat lain, begitu,” ucapnya.
Fahri juga mengatakan bahwa pilihan Presiden Jokowi itu semacam etalase. Ini, papar dia, kalau di dalam bahasa umumnya bisa ditangkap sebagai duta dari anak-anak muda atau kaum milenial, yang oleh presiden dianggap memiliki keahlian tertentu atau prestasi tertentu untuk dikomunikasikan dan mendorong agar anak-anak muda Indonesia untuk berkiprah dan berani dalam bertindak atau berani mengambil keputusan untuk maju kedepan.
Sebenarnya, menurut Fahri, anak-anak yang dipilih menjadi staf khusus itu bukanlah anak-anak yang bisa di tiru oleh semua anak-anak muda Indonesia, yang mayoritas masih hidup di pedesaan. Karena anak-anak yang dipilih menjadi Staf Khusus Presiden itu adalah anak-anak perkotaan yang memang tumbuh dengan teknologi dan pengetahuan yang lebih dari lainnya.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi pada Kamis (21/11/2019) resmi mengangkat tujuh Stafsus dari kalangan milenial untuk membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Tugas mereka untuk mengembangkan inovasi di berbagai bidang. Jadi di sini anak-anak muda semua.
Mereka yang diangkat sebagai staf khusus antara lain CEO dan pendiri Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung (23 tahun), pendiri Ruangguru.com Adamas Belva Syah Devara (29), perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi (34), pendiri Thisable Enterprise yang juga kader PKPI Angkie Yudistira (32), pemuda asal Papua lulusan Universitas Oxford Gracia Billy Mambrasar (31), mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aminuddin Maruf (33). Kemudian, pendiri perusahaan tekonologi finansial Amartha yang juga lulusan ITB Andi Taufan Garuda Putra (32).